A Journey to Vietnam


Kali ini perjalanan saya dan suami, bukanlah perjalanan jalan-jalan. Kami akan tinggal di Vietnam selama kurang lebih setahun. Dan mungkin bisa lebih kalau kami ternyata lebih betah di kota ini daripada in the hell city called Jakarta.

Kamis, 1 November 2007 - A journey begins

Pagi-pagi buta jam 03.00 kami harus bangun. Mandi dan berbagai persiapan dgn barang2 kami yang berjumlah total 5 travel bag (oh my God! it could be overweight baggage.) belum termasuk laptop.
Taxi yang kami pesan datang pada pukul 4.15, kami suruh sang supir taxi untuk menunggu beberapa saat sampai kami siap.
Pukul 04.30 kami melaju menuju bandara dari tempat tinggal kami di daerah Pondok Labu. Dan kami surprise! kami tiba di bandara pukul 05.10! Very very fast, ya because it still early in the morning. Tapi klo kami telat sedikit saja, pasti terlambat. Dan ongkos taksinya pun hanya Rp.110.000 ! Padahal kami memprediksikan sekitar Rp.200.000!

Kami harus menunggu di bandara sampai pukul 07.00 untuk check-in. This was the first time we had have an international flight :D
Soalnya, sebelumnya kami cuman naik kapal ke Singapura dan Malaysia dari Batam. Kami berputar-putar sekitar bandara untuk menghabiskan waktu dan melihat-lihat peraturan yang tertera disekitar pintu masuk check in. Peraturan itu menyatakan bahwa kita hanya boleh membawa cairan ke dalam kabin utk setiap jenisnya maximum 100ml dan jumlahnya untuk semua jenis tidak boleh lebih dari 1 liter.

Kami masuk ke bagian checkin Garuda Indonesia. Wah, kami deg-degan melihat timbangannya! (tahan nafas) kalo lebih kami harus memilih, antara meninggalkan ato membayar kelebihan bagasi. Dan ternyata... angka menunjukkan 40.2 kg. Wuih (buang nafas), lega, pas banget. Untuk kelas ekonomi, kami cuman dapet jatah 20kg per orang. Oya, di bandara Soekarno Hatta, tas-tas yang kita bawa mesti di ikat dulu dengan tali plastik sebelum masuk bagasi dan ngga bayar! (tumben ada yg gratis di indonesia). Di loket check ini kami mesti membayar airport tax Rp. 100.000,- per orang dan mendapat sebuah kartu imigrasi tanda keluar/masuk Indonesia. Setelah beres check in, kami pergi ke loket pembayaran fiskal dan mesti bayar fiskal Rp.1.000.000,- per orang (sebenernya buat apa sih fiskal nih? ga jelas pajak apaan). Semua urusan pembayaran beres, dan kami ternyata masih punya uang rupiah cukup banyak sekitar Rp.500.000,-, kami kemudian menukarkan uang itu dengan dollar disalah satu money changer di dalam tempat check in, karena bakal susah menukar rupiah di Vietnam.

Di perjalanan menuju ruang tunggu pesawat kami melihat ada toko buku Periplus, dan kami iseng-iseng mencari buku tentangVietnam. Sebuah buku saku tipis untuk mempelajari bahasa Vietnam untuk percakapan sehari-hari kami beli sebagai bekal di sana nanti.

Tak perlu menunggu lama di dalam ruang tunggu pesawat, kami masuk ke dalam pesawat pukul 08.30 tepat, 10 menit sebelum keberangkatan. Hmm tumben tepat ya.. Kami segera menempati dibangku dengan nomer 11A dan 11B, tepat dibagian sayap pesawat. Pukul 08.50 pesawat lepas landas. Ada perasaan senang, karena kami hendak menuju suatu kota that we have never been before. Tapi ada sedih menyisip di hati saat meninggalkan negri ini, kami pasti akan merindukan makanan2 kesenangan kami. Pempek Abink di karet kesayanganku, Nasi uduk Pondok Pinang kesayangan suamiku, sambal di bu Elly, many more.. But we must go.. Good bye Indonesia, good bye Jakarta, we will back the next year..

Cuaca kurang baik karena langit begitu gelap, tapi tanpa hujan. Sang pilot mengatakan bahwa suhu diluar badan pesawat sekitar -40 derajat celcius. Dalam perjalanan ini kami disuguhi makan pagi berupa sosis, telur dadar, dan kentang, serta beberapa potong buah-buahan.
Kami mengira bahwa perjalanan ini adalah perjalanan tanpa transit, tapi ternyata kami transit di Singapura. Kami mendarat di Singapura pada pukul 9.30. Kami dan penumpang lain yang akan menuju Ho Chi Minh tidak turun pesawat karena pesawat ini sudah datang terlambat di bandara Changi. Begitu penumpang yang turun di Changi habis, serombongan petugas kebersihan datang membersihkan tempat duduk, membereskan majalah2, dan mengambil sampah2. Tepat didepan kami seorang bapak petugas kebersihan yg sudah lanjut usia (kami menebak sekitar 60 tahun, dan masih bekerja!) menemukan sebuah dompet yang terjatuh. Dan dia tidak mengambilnya! Dia memberikannya pada pramugari yang bertugas. Sungguh luar biasa, bukanlah mental seorang petugas kebersihan pada umumnya.

Satu per satu penumpang dari Singapura yang hendak menuju Ho Chi Minh masuk ke kabin pesawat. Ternyata pesawat memang tidak penuh. Tempat duduk di sebelah kami tidak ada yang menempati. "Take off position", suara sang pilot terdengar melalui pengeras suara. Dan pesawat pun segera lepas landas dari bandara Changi pada pukul 10.20.

Kami tidak menyangka bahwa kami akan dapat jatah makan doble :p. Perjalanan babak kedua ini, kami mendapatkan makan siang berupa nasi dan lauk berupa daging sapi atau ikan. Dan sebuah dessert berupa puding. Ternyata puding itu agak basi, karena terasa asam ketika dimakan (padahal suamiku memakan habis! :o karena dia ngga tau klo itu basi) Kami cukup heran makanan di pesawat terbaik di Indonesia kok ngga dijaga kualitasnya. Oya, kami diatas pesawat dibagikan kartu tanda kedatangan dan keberangkatan dari Vietnam. Dan kami ngga men-declare apapun dari barang2 kami, karena kamu tidak membawa barang2 yg terdaftar dikartu itu. Dikartu itu hanya tertulis, apakah kami membawa uang >15juta dong, > 1 ons emas.

1 jam 30 menit waktu yang kami temput untuk sampai ke bandara Tan Son Nhat (susyah, ngga hafal-hafal nama ini, mesti liat peta untuk dapet nama ini) di Ho Chi Minh. Welcome to the whole new word, kataku sambil sedikit bergumam. Bau cat masih memenuhi ruangan di ruangan bandara ini. Bandara ini sepertinya masih baru. Saat memasuki toiletnya, kesan pertama, So clean!! I like it!

Kami kemudian mengantri dibagian pintu imigrasi, disana ada tertera tulisan pintu keluar untuk Embassy, aircraft crew, ASEAN Passport, and All passport. Wah ternyata kami kurang mengisi sebagian. kami harus duduk dan mengisi kembali. Kami selalu deg-degan klo ditanya dimana kami akan tinggal selama di Vietnam, karena kami memang sama sekali tidak tahu. Perusahaan suamiku hanya bilang mereka sudah mengaturnya.

Betul saja kami ditanyai dimana kami tinggal. Aku ditanya, apa pekerjaanku dan dimana akan tinggal. Aku bilang perusahaan yang memanggil kami akan menjemput kami dan mengantar kami ke hotel. Ternyata cukup begitu sudah beres :p Tp suami kayaknya lebih susah karena wajah di passport lebih kurus dari yang sekarang, dia sampai bener-bener diliatin fotonya trus dicocokkan ke foto passport :p Tapi semua berjalan baik2 saja.

Kami segera mencari dimana barang2 kami, dari jauh kami melihat tas kami sudah bergeletakan di lantai, tapi syukurlah semua lengkap. Sebelum keluar, tas-tas kami harus melewati X-Ray lagi. Sedikit ketakutan tentang CD bajakan yang kami bawa, walaupun tersamar diantara CD kosong. Wah ternyata ngga seseram yang aku baca di internet. Menurutku mereka pun ga terlalu ketat, nyatanya stiker barang2 saja ngga dicocokkan dengan stiker barang yang diambil. Mungkin karena bukan Amerika yang begitu ketat dengan pembajakan :D

Diluar bandara kami menemukan money changer, kami menukarkan sebagian dollar yang kami miliki ke Vietnam Dong, 1 USD berharga 16.000 VND. Tp sayang money changer dibandara membebankan kami 3% pajak :(

Kami sudah ditunggu seseorang dari perusahaan suamiku. Dengan segera kami menemuinya dan naik ke taksi menuju ke kantor (baru) suamiku. Kesan pertama langsung bingung ketika melihat papan nama toko yang sama sekali ngga kami mengerti artinya!

Du lich VinaSun, means take a tour with VinaSun!
Ini tulisan didalam taksi :p


Perjalanan menuju kantor suami di jalan Dien Bien Phu, distrik 1, ternyata cukup padat. Tapi kami nikmati saja segala pemandangan baru ini. Kami melihat juga sebuah gereja cantik dengan warna pink berdiri tegak diantara toko-toko yang ada disebelahnya.

Beautiful Church, isn't it? But look at the cable in front of the church :D look messy..

Kami juga surprise melihat tukang becak yang ternyata ada juga disini. Tapi becak disini hanya muat satu orang.
Eh, si bapak becak tau klo mo di poto, pake nengok sgala!
Maap potonya ujung becaknya sdikit kepotong :p



Pengendara motor tanpa helm mendominasi jalanan. Disini pengendara motor jauh lebih besar dari mobil.

Look at this motor rider, no helmet, just a cap, almost of the using no helmet!


Suasana jalan yang kami tertangkap kamera dalam perjalanan dari airport ke kantor suami.

Setelah sampai di kantor, kami meletakkan barang2 kami yang buanyak ini di kantor. Berkenalan sebentar dengan rekan2 di kantor, sang bos menanyakan kepada kami, apakah ada yang kami butuhkan. Tentu saja kami langsung ingin membeli SIM card. Diantar sang sekretaris, kami menuju sebuah toko ponsel. Kami ditawari beberapa lembar list nomer hp. Kami pilih yang termurah seharga 200.000 VND dengan pulsa 150.000 VND. cukup mahal menurut kami, biasanya kartu perdana di Indonesia kan pulsanya selalu bernilai lebih besar yang harga kartunya.
Kemudian kami kembali ke kantor untuk melakukan beberapa keperluan, dan kemudian kami diantarkan ke Khach San (alias Hotel) di daerah Anh Phu (baca: An Fu) di distrik 2. Hmmm, hari yang panjang dan melelahkan...

Pelajaran di hari pertama :
1. Jangan tukar uang di money changer di bandara klo tidak terpaksa, krn di potong 3%
2. Bandara Ho Chi Minh tidaklah terlalu ketat, jd ngga perlu khawatir CD bajakan :D (tp tetep aja jgn mencolok)
3. Karena petugas pintu keluar bandara Ho Chi Minh tidak mecocokkan barang yang di ambil dengan nomer yg kita punya, berarti resiko hilang ada, jadi berhati-hatilah.

Labels: | edit post
0 Responses