Wisata Kuliner Pulau Lombok

Lahir dan besar dalam keluarga jawa di Mataram, Lombok kemudian menghabiskan SMU sampai kuliah di Jogja. Membuat karakter lidah dan perut saya menjadi tahan banting (nama lain gembul). Lidah dan perut saya dapat mentolerir bahkan menyukai pedasnya ayam taliwang ataupun pelecing kangkung tapi disaat yang sama Gudeg masakan monokromatik yang manis juga menjadi favorit saya.



Lombok, pulau kecil nan indah hanya berjarak sepelemparan kapal dari Bali. Tempat saya dilahirkan, tempat yang selain terkenal dengan keindahan pantainya juga terkenal dengan kepedasan masakannya. Siapa yang tidak kenal dengan pedasnya cabai kering Lombok yang dikeringkan dalam oven kemudian menjadi bahan dasar makanan nan pedas ayam taliwang dan pelecing kangkung.

Kepopuleran ayam taliwang dan pelecing kangkung seakan "mengaburkan" kekayaan kuliner yang lain di Pulau Lombok. Salah satu favorit saya adalah sate ampet. Sate ampet sebenernya sangat mudah dijumpai di seantero kota Mataram. Banyak yang dijajakan keliling ke sekitaran perumahan, dengan menggunakan "tenggok" berisi puluhan ato ratusan tusuk sate lengkap dengan bakarannya dan belayak. "Tenggok" ini dibawa di atas kepala. Biasanya sang penjual juga melengkapi dagangannya dengan pelecing kangkung. Belayak adalah lontong khas Pulau Lombok yang dibungkus tidak dengan daun pisang tetapi daun kelapa (janur).

Jagoan saya untuk sate ampet adalah kumpulan pedagang sate ampet di daerah wisata Suranadi. Suranadi dulu adalah Kaliurang-nya Mataram. Letaknya yang tidak terlalu jauh dari kota Mataram menjadikannya salah satu tempat favorit untuk "melarikan diri" dari kepenatan bekerja. Dulu saat saya masih kecil, udara di tempat ini berasa sangat dingin. Tapi kini sudah terasa panas saat siang hari, walaupun aliran sungai yang mengalir di sana masih terasa sangat dingin .. nyesss..

Ibu-ibu pedagang sate ampet di sini masih konsisten menggunakan "tenggok" untuk dagangannya walaupun mereka tidak perlu lagi berjalan berkeliling untuk menjajakan dagangannya. Terima kasih kepada pemerintah yang telah membangun tempat jajanan yang nyaman buat mereka berjualan di sini.


Di sekitaran pedagang sate ampet ini juga dapat dengan mudah ditemui pedagang oleh oleh makanan khas Suranadi. Seperti berbagai jenis dodol dari dodol nangka sampai dodol sarikaya .. pokoknya komplit ..

Kembali ke sate ampet. Sate ampet ini menurut pengamatan saya mempunyai level yang setara dengan sate kere di Jogjakarta. Sate yang dibuat dari sisa sisa daging (bukan daging bekas .. tapi sisa potongan daging) yang kemudian diolah dengan baik... sehingga jadi hidangan yang lezat.

Pilihannya cuman tiga, sate jerohan (biasanya usus sapi), daging atau campur. Daging nya dipotong kecil-kecil cenderung tipis untuk mempercepat proses pemasakannya. Kualitas jerohannya pun tidak main main, usus yang sudah dibersihkan dan dipotong kecil kemudian ditusuki dalam porsi yang mudah dimakan .. menggoda sekali.

Prosesnya sederhana, pilih sate yang disukai kemudian sang penjual akan membakarnya sesuai selera kita mau kering atau cukup sampai matang saja. Kemudian sate akan diguyur dengan bumbu sate ampet yang sebenarnya mirip dengan bumbu ayam taliwang hanya penggunaan santan dalam porsi yang lebih banyak menjadi pembedanya.

Cara memakannya pun sederhana, tidak diperlukan sendok ataupun garpu. Ambil belayak, buka pembungkusnya sebagian kemudian dengan tangan memegang bagian belayak yang masih dibungkus, belayak "dicolekkan" ke dalam bumbu sate , lalu "hap" belayak yang sudah "berlumuran" bumbu sate dimakan dengan didampingi sepotong sate. Atau bisa juga menggunakan cara lain, Buka keseluruhan belayak lalu potong kecil kecil dengan tusuk sate dan "cemplungkan" ke dalam "genangan" bumbu sate lalu satu persatu potongan kecil belayak ditusuk dan dimakan dengan bantuan tusuk sate.... lezat sekali

Rasanya? Tentu saja pedas. Bumbu berwarna oranye provokatif sudah cukup menggambarkannya. Terasa sekali jejak santan dan kemiri di bumbu sate ini, belayak yang cenderung "tasteless" menjadi teman yang sempurna bagi bumbu ini. Entah kering manisnya daging ataupun empuk lembutnya usus apapun pilihan anda sate ini pasti dapat mencuri hati anda .... Lezatnya ...



Masih di seputaran Suranadi, ada sebuah rumah makan yang sudah berdiri semenjak saya dapat mengingatnya. Nama rumah makannya adalah rumah makan Suranadi. Konsep rumah makan keluarga yang sangat nyaman. Kita dapat memilih untuk duduk di dalam rumah makan atau di saung-saung yang berada di area rumah makan. Suasananya kekeluargaan banget, duduk "leyeh-leyeh" di saung di bawah pohon rambutan sambil menunggu datangnya makanan sudah merupakan kenikmatan sendiri.


Kualitas makanannya tentu saja kualitas juara. Menu masakannya pun tidak berubah semenjak saya pertama kali datang kemari. Makanan di pesan dalam set menu. 1 set bisa memberi makan sekitar 3 - 5 orang tergantung kapasitas perut dan taraf "kegembulan". Tiap set cukup menggambarkan keberagaman makanan khas Pulau Lombok. Tiap set terdiri dari pelecing kangkung, ayam pelalah, ayam goreng , telor dadar, sop dan sambal. Kita dapat memesan tambahan ikan goreng atau ikan bakar yang lezat di tempat ini.

Ayam gorengnya juga tidak main main. Ayam yang jelas ayam kampung diberi bumbu ayam goreng biasa kemudian digoreng sampai kering. Tapi di dalam kesederhanaannya inilah terletak kekuatannya. Ayamnya gurih asin menyenangkan. Kalau sampe ada ati ampelanya pasti selalu jadi rebutan buat saya dan adik-adik waktu masih kecil.

Juaranya buat saya adalah ayam pelalah. Ayam kampung yang "disuwir" kecil kecil kemudian dimasak dalam bumbu pedas bersantan yang kemudian diakhiri dengan perasan jeruk limau. Rasanya yang pedas tapi tidak terlalu pedas dengan belaian santan dan tendangan segarnya jeruk limau diakhir membuat sejak kecil saya sudah "berani" makan ayam pelalah. ... Sangat berkesan ...

Pelecingnya? jangan ditanya. Pelecing kangkung di kandangnya dengan segala "kelombokannya". Kangkung mataram yang berukuran jumbo, kacang panjang, dan taoge di beri "tumpukan" sambal kelapa , dilengkapi kacang kemudian diguyur sambel pelecing yang sudah terkenal... pedasnya luar biasa .. klo kita makan dengan tangan jangan lupa untuk mencuci tangan bersih bersih dengan sabun. Kalau tidak, jejak panas cabe dan bau terasi akan terus "menghantui" kita untuk beberapa jam kedepan.

Makanan lombok memang hanya untuk yang berhati dan berperut "berani" tapi begitu kita jatuh cinta .. cintanya sampe mati ...

Danang Ismu Suryonugroho
~Let your tongue begins its archipelago journey~

Read more...

Ketoprak Kuah Kluwek

.: Ketoprak kuah kluwek ini adalah postingan lama saya yang pernah saya tulis di kompas .. eh waktu browsing2 nemu nih tulisan di blog orang lain .. jadi saya kembalikan tulisan ini ke rumah aslinya :.

Di Jakarta, ketoprak adalah salah satu jenis makanan tradisional yang sangat populer seperti bakso dan mie ayam. Kita dengan mudah menemukan tukang ketoprak di pinggir jalan. Gerobak ketoprak bentuknya khas, panjang seperti perahu. Entah bagaimana asal-usulnya, semua pedagang ketoprak di Jakarta memiliki model gerobak yang sama. Tapi, apakah ketoprak merupakan makanan asli Jakarta? Nah, ini dia. Saya agak ragu. Di luar Jakarta, tepatnya di Purwakarta, saya menemukan ketoprak dengan sentuhan berbeda. Rasanya mak nyusss…

Prinsip utama ketoprak menunya adalah kumpulan lontong, tahu, tumpukan bihun plus toge di atasnya. Di Jakarta, bumbu utamanya adalah sambal kacang. Nah, saya menemukan ketoprak dengan bumbu kluwek. Iya benar kluwek yang biasa digunakan untuk membuat rawon. Anda tidak salah baca.


Jadi, ceritanya, suatu siang beberapa jam sebelum saya kembali ke Jakarta, seorang teman di Purwakarta mengajak makan siang di tengah kota Purwakarta. "Kita makan ketoprak!" begitu katanya. Jujur saja saat itu saya tidak terlalu ber-ekspektasi cukup banyak dengan ketopraknya. Dalam benak saya, yah namanya ketoprak dimana-mana juga pasti sama.

Saya mengikuti teman saya menuju sebuah warung kecil tanpa nama. Posisi warung makan ini terletak di tengah kota Purwakarta, tidak begitu jauh dari BCA Purwakarta. Di etalase warungnya hanya ada tulisan “ketoprak”. Suasananya juga sangat sepi. Sangat tidak meyakinkan.

"Dua ketoprak pake kluwek," begitu pesan teman saya.
"Hah, pake kluwek?” kata saya dalam hati.. Saya mulai tertarik. Makanan baru nin, pikir saya.


Tak lama muncul dua piring ketoprak. Tampilan ketopraknya sangat asing buat saya: kumpulan bihun, ketupat, taoge, tahu dan lain-lain tenggelam dalam kuah kluwek yang hitam. Eksotis!

Tentu saja sasaran pertama saya adalah kuah kluweknya. Sendokan pertama langsung memesona lidah saya. Rasa kuah kluwek yang agak manis dan jejak bawang putih terasa sangat dominan. Tekstur kuahnya jauh lebih ringan daripada menggunakan bumbu kacang. Sekali lagi memesona!

Berikutnya saya “gaulkan” seluruh penghuni piring, sehingga warna hitam jadi dominan. Sungguh citarasa penghuni ketoprak yang berpadu dengan kuah kluwek membius saya. Tak terasa sepiring pun tandas tanpa bisa berkata-kata.

Semenjak hari itu saya tidak pernah makan ketoprak dengan bumbu kacang biasa lagi. Lidah saya terus mengingat sensasi rasa yang memesona hari itu.



Ancer-ancer ketoprak kluwek Purwakarta
Posisi warung makan ini terletak di tengah kota Purwakarta, tidak begitu jauh dari BCA Purwakarta. Warung makan tanpa nama, di etalase warungnya hanya ada tulisan “ketoprak”


Catatan:
Sekadar tambahan, kluwek adalah nama buah yang sering dipakai untuk bumbu masak, di antaranya rawon. Orang Jawa menyebutnya kluwek atau kluwak. Orang Manado menyebutnya pangi. Di Malaysia disebut keluak, buah dari pohon kepayang atau payang. Di Indonesia juga umum disebut buah picung. Orang Latin menyebutnya Pangium edule Reinw, dari famili Flacourtiaceae. Kalau buahnya baik, rasanya manis. Kalau jelek, rasanya pahit.
Read more...

Rumah Makan Angke

Walaupun tinggal di Vietnam yang Notabene tidak jauh dari China. Tapi hasrat saya (halah !!) akan makanan China tidak bisa terpuaskan di negeri Ini. Oleh karena nya acara makan "Chinesse Food" di tanah air menjadi salah satu acara wajib di kepulangan saya ke Tanah air.

Salah satu favorit saya dan juga sudah menjadi legenda di Ibu Kota adalah rumah makan Angke. Rumah makan ini sudah berdiri sejak kurang lebih 40 tahun. Entah berapa banyak pesta warga Ibu Kota di lempar ke tempat ini. Mulai dari sekedar sukuran kenaikan kelas, lulusan sampai acara pernikahan diadakan di tempat ini. Hmmm berjuta memori ...

Sebuah rumah makan "djadoel" (djaman doeloe) yang terus berbenah diri untuk tetap bertahan di perkembangan jaman dan serbuan makanan modern di tanah air. Seorang teman dalam bukunya bahkan sampai menobatkan rumah makan ini sebagai salah satu nominasi rumah makan djadoel terbaik di Ibu Kota.

Bicara soal rumah makan angke pasti langsung teringat "lindung cah fumak" nya. Lagi - lagi seorang teman sampai bersumpah tidak akan makan "lindung cah fumak" selain di tempat ini. Sama seperti saat saya bersumpah tidak makan ketoprak lagi selain ketoprak kuah kluwek di Purwakarta (pernah saya tulis di kolom makanan di Kompas beberapa tahun dulu).

oke kembali ke "lindung cah fumak". Lindung yang dipilih dalam hidangan ini berukuran tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, sempurna sekali untuk digoreng dengan sedikit tepung sampai garing kemudian ditumis dengan fumak dan angkak.

Angkak adalah fermentasi beras merah yang memberi warna kemerahan pada masakan, rasanya mirip tape ketan yang biasa ditemukan di wedang tape di jawa, hanya saja rasa manisnya sedikit lebih dominan. Salah satu penggunaan angkak yang menurut saya sangat cantik adalah dalam masakan sayur asin. Di Purwakarta ada sebuah rumah makan China yang menggunakan porsi angkak yang "generous" dalam masakan sayur asinnya .. rasanya "superb" ... duh kangennya ...

oke oke .. malah ngelantur .. kembali ke "lindung cah fumak". Tampilannya sangat menggoda sekali. Lindung yang sudah dipotong menjadi "bite size" tampak cantik sekali bersanding dengan hijaunya fumak, ditambah hiasan merahnya angkak yang sporadis membuat hidangan ini juga dapat dinikmati dengan mata.

Lindung Cah Fumak

Gigitan pertama ... hmmm renyah sekali, renyah .. gurih .. dari lindung kemudian diikuti dengan sedikit rasa manis dari angkak .. mempesona sekali. Fumak nya juga sangat cantik, rasanya yang sedikit memberi warna pahit (in the good way) pada masakan ini seolah menjadi penyeimbang yang sempurna .. sempurna ... saya jadi kepikiran untuk ikut bersumpah juga ...

Hidangan berikutnya yang tidak kalah menarik adalah ayam garam. Hidangan sederhana yang saking sederhananya membutuhkan keahlian yang tinggi untuk membuatnya. Menurut legenda yang saya ketahui, hidangan ini memiliki jurus yang mirip dengan masakan "Beggar Chicken" yang muncul dari ide seorang pengemis yang ingin memasak ayam temuannya dengan peralatan yang sederhana. Setelah bulu bulu ayam di cabuti, kemudian ayam dibungkus dalam gumpalan tanah liat kemudian dibakar hingga matang. Perkembangan ilmu memasak, membuat variasi jenis makanan ini berkembang, dari sekedar dibungkus dengan tanah liat kemudian diberi lapisan daun teratai sebelum dibungkus tanah liat, sampai kemudian dibungkus dengan lapisan garam. Saya tidak tau bagaimana ayam garam di Rumah makan angke di masak.

Tampilannya cukup cantik. Ayam yang sudah dipotong disusun rapi diatas piring lonjong .. menarik..

Ayam Garam

Rasanya pun sangat menarik. Tentu saja dari namanya sudah diketahui bahwa rasa asin yang masih dapat ditolerir mendominasi masakan ini. Terasa sedikit jejak jahe dan bawang putih dibelakang. Kombinasi asin dan rasa jahe tidak lantas membunuh rasa ayam itu sendiri, rasa ayamnya masih bisa dirasakan dengan cantik....

Berikutnya dari kubu ikan , adalah gurame asam manis yang kami pesan saat itu. Sebenarnya saya selalu berusaha menghindari jenis makanan "cari aman" seperti ini. Tapi seorang teman dalam bukunya merekomendasikan makanan ini...

Tampilannya "tidak ada yang aneh", potongan ikan yang digoreng tepung kemudian diguyur saus asam manis dengan potongan wortel seukuran korek api, sama sekali "tidak ada yang aneh".

Gurame Asam Manis

Tapi rasanya sungguh mempesona. Bahkan menu ini yang jadi favorit istri saya saat itu. saos asam manis nya sama sekali tidak membosankan, berjalan beriringan kompak sekali dengan gurih nya potongan gurame yang digoreng tepung .. mempesona ...

Makanan China di Indonesia sudah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Jenis makanan ini sudah sangat menjamur, mulai dari di rumah makan berkelas sampe warung tenda pinggir jalan. Membuat variasi kuliner tanah air menjadi sangat beraneka ragam ... duh indahnya ...
Read more...

Melancong ke Perbatasan Vietnam-Kamboja

Visiting Date : March 14, 2009

Ke perbatasan? Wih ngapain ya... Bayangan yang terlintas biasanya adalah perbatasan itu serem, dijagain ketat banget sama tentara. But, kami ngga ke perbatasan seperti itu kok..

Kali ini kami bersama beberapa teman menuju ke Moc Bai, sekitar 70km dari Ho Chi Minh. Daerah ini merupakan perbatasan Vietnam dan Kamboja. Kami berangkat pukul 7 pagi, terburu waktu untuk menyantap sarapan pagi spesial dekat Chu Ci Tunnel. Nasib baik dipihak kami, sarapan yang kami kejar ini masih ada. Untunglah...
Penasaran? Inilah yang kami makan, namanya Bún Giò Heo, semangkuk bihun yang lebar seperti kwetiauw, beserta potongan kaki babi. Kuah manisnya sangat spesial, dan satu lagi yang bikin kami heran, ada semacam sambal terasi terhidang dimeja sebagai pelengkap dan rasanya pun mirip sambal terasi, really!!


Ada pengalaman menggelikan dan (sedikit) menjengkelkan di tempat itu. Di sebelah rumah makan Hiu ini, ada seorang pedagang gorengan, mirip seperti onde2, suami saya begitu tertarik memotretnya, karena mirip dengan onde2 (tapi tanpa wijen). Kamera diambil, posisi siap memotret. Tiba2 ibu penjual gorengan itu berteriak dan mengomel!! Dia tidak mau di foto!! Halah!!! Whatever the reason, mestinya ngga usah teriak juga kami ga akan moto kok.. bikin jantung mau copot aja.. So mesti hati2 kali ya kalo mo motret, mesti permisi permisi dulu, nanya objeknya mau di potret ga. Yah, pelajaran yang berharga.. masih untung ga dilempar gorengan panas hehehe...

Perjalanan berlanjut sekitar 1 jam lagi untuk sampai ke Moc Bai. Kami menyempatkan diri berfoto2 didaerah perbatasan ini, mengintip sedikit bangunan khas Kamboja yang hanya tampak atap emasnya, hehehe... Kalau ingin masuk ke Kamboja, kami mesti bayar US$25 untuk visa on arrival. Mau menghemat biaya visa ini? Ada banyak calo disekitar situ, mereka menawarkan jasa untuk mengantar kita sampai masuk Kamboja tanpa membayar visa. Entah bagaimana detailnya sih, kami tidak (mau) mencoba..




Nah ini tujuan utama kami ke Moc Bai, yaitu ke Duty Free Shop :D di perbatasan ini, banyak sekali Duty Free Shop disini. Tujuan pertama kami adalah DC Duty Free Shop. Untuk sampai ke tempat ini agak rumit, mesti masuk ke pintu2 teralis mirip tempat antri karcis pertandingan bola yang hanya cukup dilewati satu orang, kemudian kami mesti naik mobil listrik sepanjang kurang lebih 200m untuk menuju toko duty free. Jadi untuk kesini, rasanya perlu ada teman lokal yang menemani, atau paling tidak orang yang pernah kemari supaya tidak tersesat.



Nah untuk bisa berbelanja disini, kami mesti menyewa KTP penduduk lokal dengan tarif 30.000 Dong per KTP. Para joki KTP ini, biasanya berada disekitar pintu masuk duty free shop ini. Sang empunya KTP akan mengikuti kami selama kami berbelanja, sambil membawakan troli belanjaan kita... Aihhh, sedikit risih plus kasian (abis kita cuman bolak balik, liat kiri kanan, dan belanjaannya dikit pula hehehe) sih.. ngga biasa jadi juragan yang kemana2 dibawakan trolinya, hehehe...

Harga yang ditawarkan disini cukup murah. Beberapa barang kebutuhan sehari2 yang masuk secara legal di Vietnam, bisa selisih sekitar 10%. sedangkan untuk barang impor yang tidak masuk supermarket2 di Vietnam, selisih harganya bisa 50%. Begitu juga dengan kosmetik, selisihnya bisa 50%. Tapi suami saya ngga mengjinkan saya membeli kosmetik disini, khawatir kalau2 stok yang ada merupakan barang2 kadaluarsa..bisa jadi sih..

Bangunan duty free ini mirip model supermarket Makro jaman dulu, rak-raknya tersusun tinggi, dan lantainya hanya berupa plester semen. Dulu hanya ada 1 Duty Free didaerah Moc Bai ini, tetapi sekarang sudah mulai banyak toko2 lainnya, sehingga DC Duty Free tidak lagi terlalu ramai.

Belanja di DC Duty Free ini, maximal 500 ribu Dong per KTP. Jadi kalau belanjaan lebih dari itu, harus menyewa joki lain sesuai dengan jumlah belanjaan. Untunglah kami masi terkontrol, belanjaan kami hanya 400ribu Dong. Oya, KTP para penduduk lokal ini, akan direset lagi setelah 2 minggu, lama ya, padahal saya kira setiap hari akan direset.

Satu hal yang mengejutkan lagi, disini data penduduk sudah terkomputerisasi. Nomer KTP joki tsb tinggal diketik di kasir, dan langsung keluar nama sang pemilik KTP. Wah hebat ya.. Indonesia kalah dengan Vietnam? how come?

Dari DC Duty Free, kami berpindah ke Duty Free yang lain. Kali ini bukan berupa supermarket, tapi berupa ruko2. Sayangnya banyak ruko yang masih kosong dan kawasan kedua ini sepi. Disini kami boleh belanja dengan menunjukkan passport, dan masih dengan batas maksimal 500ribu Dong.

Masih ada beberapa Duty Free lainnya, tapi kami tidak mengunjungi semua duty free tersebut. Kami sudah capek dan kepanasan. Kami pun meninggalkan Moc Bai untuk kembali ke Ho Chi Minh pada pukul 14.30.
Read more...