Makanan Halal di Vietnam (I)

Sobat Muslim yang berkunjung ke Vietnam, pasti selalu dibayangi dengan pertanyaan "waduh makanannya haram semua di sana, ada yang halal ga ?". Mencari makanan halal di Vietnam itu susah susah gampang. Dengan mayoritas penduduk beragama Budha , makanan halal yang paling mudah ditemui adalah makanan Vegetarian. Coba saja cari pagoda pagoda yang besar (salah satunya di Nam Khy koi Nghia), biasanya pagoda selalu didampingi oleh rumah makan / warung vegetarian. Makanan halal berikutnya adalah makanan Malaysia atau makanan India, dengan investasi Malaysia yang kini nomor satu di Vietnam (mengalahkan Jepang dan Korea) makanan Malaysia pun mulai menjamur.

Salah satu yang cukup dikenal dikalangan expat Muslim di Vietnam adalah rumah makan "The Mosque". Dinamai begini karena memang rumah makan ini terletak di dalam lingkungan Masjid besar di Ho Chi Minh City. Masjid ini terletak di tengah kota Ho Chi Minh City, tidak jauh dari Hotel Sheraton. Masjid ini tampak sangat bersahaja di tengah kemewahan gedung gedung hotel yang menjulang megah.


Masih di dalam lingkungan Masjid ini terdapat juga sebuah Madrasah yang sederhana, jika kita terus berjalan makin ke dalam lingkungan Masjid kita akan menemukan sebuah restoran(warung tepatnya) kecil yang sederhana.

Warung ini sangat menarik, menerapkan konsep "open Kitchen" yang sempat menjadi trend di Indonesia. Dapur yang sederhana digawangi oleh orang-orang yang sederhana ditambah suasana siang itu yang tidak terlalu ramai, membuat kita serasa berkunjung ke rumah kerabat bukan makan di restoran... nyaman sekali


Tempat makan ini digawangi oleh sekeluarga muslim yang juga tinggal di lingkungan mesjid tersebut. Salah satu ibu di sana bisa berbahasa melayu yang cukup baik. "Mau lembu, Sotong , kambing atau ayam ?" begitu sapa nya dalam bahasa melayu yang cukup baik.


Makanan di sini hampir semua "berbau" kare. Pilihan kami siang itu adalah kambing kare dan sotong kare. Ditemani dengan nasi putih dan es teh tawar Vietnam.


Karenya dipanaskan per porsi diambil dari panci-panci kare yang sudah disiapkan sebelumnya. Bakal "berat" nih kayaknya rasa kare nya..


Kare kambing hadir lebih dulu, kuah nya yang melekoh membalut sempurna daging kambing yang saat dicoel begitu mudah lepas dari tulang nya. Kemudahan ini didapat dari proses pemasakan yang lama dengan api kecil, efek samping nya adalah kuah kare menjadi terasa "berat", Kuah dengan dominasi santan dan bumbu bumbu khas India Melayu jadi terasa "berat" setelah melalui proses pemasakan yang cukup lama. Tapi bukankah itu ciri khas makanan Melayu? Mantap dan "berat". Jeruk nipis yang disandingkan bisa mengurangi efek "berat" yang dibawa kuah kare, sambal cabe memberi ledakan ledakan yang menyenangkan, dengan kombinasi yang tepat bisa didapat rasa yang mantap, menyenangkan dan tidak terlalu "berat".


Sotong kare hadir kemudian. Sotong "gendut" berenang dalam kuah kare. Sotongnya tidak terlalu menyenangkan. Terjejak rasa "tidak segar" dari sotong, dan ini cukup merusak kuah kare yang harus nya bisa menjadi teman bermain yang baik bagi sotong. Mungkin saya datang di saat yang salah untuk sotong.


Nasi putihnya pun Melayu banget.. jejak aroma pandan dan nasi yang pulen mengingatkan nasi buatan nenek di kampung sana. Duh kangennya..

Makanan Melayu di Vietnam tentu saja tidak dapat dibandingkan dengan rumah makan Melayu di tanah air. Rendangnya tidak semantap rendang padang apalagi gule atau karenya. Tapi bolehlah dikunjungi buat mengobati rasa rindu akan tanah air setelah penat bergelut dengan segala sesuatu yang "asing" di negeri orang.

Jadi, jangan takut main ke Vietnam. Ada juga makanan halal kok ..
Read more...

Bánh Xèo , Crepes de Vietnam

Pengaruh Prancis yang bercokol cukup lama dalam kehidupan masyarakat Vietnam, masih sangat terasa hingga kini. Bahkan tulisan yang digunakan oleh masyarakat Vietnam saat ini pun tidak terlepas dari campur tangan seorang Prancis yang bernama Alexander De Rhodes, kini namanya diabadikan menjadi sebuah nama jalan di Ho Chi Minh City. Pengaruh Prancis juga sangat terasa dalam beberapa makanan Vietnam, roti Prancis yang keras juga menjadi sarapan favorit di Vietnam. Negara dan bangsa boleh berseteru, tapi kalo sudah urusan selera dan perut sepertinya bisa dikompromikan.

Bánh Xèo, adalah salah satu hidangan Vietnam yang saya duga memiliki jejak - jejak Prancis di dalamnya. Hidangan ini sederhana saja, adonan tepung yang dipanaskan dalam wajan besar sehingga membentuk lembaran yang renyah kemudian diberi berbagai macam toping. Sangat mirip sekali dengan cara pembuatan crepes yang sering kita jumpai di mal mal di Indonesia.


Nah topingnya inilah yang sangat terasa sangat asia. Isinya bisa bermacam-macam, mulai dari toping vegetarian, seafood, jamur-jamuran, rebung, tauge, lobak sampai berbagai macam daging. Yang paling tradisional berisi taoge, lobak, daging, udang, potongan daun bawang dan kacang hijau.


Presentasi penghidangannya sangat provokatif, selembar besar (besar segede wajan) lembaran tepung yang dilipat menjadi 2 bagian yang di tengah nya sudah diisi toping, dan tentu saja seperti masakan Vietnam pada umumnya, Bánh Xèo juga dihidangkan dengan sebakul penuh sayur sayuran yang segar ... menarik sekali.




Cara makannya pun sangat menarik. Ambil selembar daun dari sayur-sayuran segar, letakkan topping Bánh Xèo di atasnya, kemudian kulit Bánh Xèo lalu gulung , cocolkan dalam nước mắm yang dicampur dengan potongan lobak dan wortel , lalu .. hap .. rasa sayuran yang segar dan toping Bánh Xèo yang dimasak dengan baik dan benar berjalan beriringan dengan gurihnya kulit Bánh Xèo dan asam manisnya nước mắm ... Luar biasa ...




Restoran Bánh Xèo yang terletak di jalan Nam Ky Khoi Nghia yang saya kunjungi minggu lalu, memiliki variasi toping yang luar biasa banyaknya, yang saya yakin tidak akan bisa mencoba seluruhnya dalam satu atau dua kali kunjungan ke sana. Restoran ini diklaim telah menghidangkan Bánh Xèo sejak tahun 1953 di rintis oleh seorang ibu yang bernama Nguyen Thi Xiem dan kini diteruskan oleh putra putri beliau.


Restorannya bersih dan memiliki menu dalam bahasa Inggris walaupun pegawainya tidak dapat berbahasa Inggris.

Satu lagi menu yang harus dicoba di sini adalah lumpia goreng yang berisi kentang dan wortel (maaf lupa nama Vietnam nya). Dalam hidangan ini pun terasa jejak Prancis (atau setidaknya barat) yang ditandai dengan penggunaan saos manis (diduga mustard) yang melimpah sebagai bagian dari filling nya. Manisnya kentang dan wortel berpadu cantik sekali dengan saos yang terasa manis dan kulit berbalur tepung panir yang gurih. Tiba tiba jadi teringat resoles yang biasa saya makan di Indonesia. Cantik sekali ..


Dengan sedikit penyesuaian dibagian toping (toping yang halal), saya yakin Bánh Xèo dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat Indonesia .. Jadi kalau main ke Ho Chi Minh City , jangan lupa cari Bánh Xèo.

Summary Note:
Bánh Xèo Mưởi Xiềm
190 Nam Ky Khoi Nghia, P.6 , Quận 3 TP. HCM
Tel/Fax 089330207
Hotline : 0932345613
Read more...

Makan di Pasar Malam Ben Thanh

Ben Thanh Market atau dalam bahasa Vietnam disebut Cho Ben Thanh, adalah magnet buat setiap pengunjung yang datang ke Ho Chi Minh City. Sebenarnya pasar ini adalah pasar sederhana, pasar yang tidak jauh beda dengan pasar Beringharjo di Jogja. Tapi pemerintah vietnam mengemas pasar ini sedemikian rupa sehingga pasar ini menjadi salah satu "must visit" list di Vietnam.

Kalau siang hari pasar ini memusatkan kegiatannya di dalam pasar, mulai dari pedagang souvenir, pakaian, kopi, buah, sampe 50 counter makanan yang melegenda Anthony Bourdain pernah nongkrong di sini lho).


Saat malam hari aktifitas pasar akan bergeser ke luar. Di kedua sisi pasar benh thanh akan dipenuhi dengan pedagang makanan, umumnya pedagang seafood, sedang di sisi seberangnya akan penuh dengan pedagang pakaian dan souvenir. Saya pribadi lebih suka pasar malamnya dibandingkan dengan pasar siangnya, menurut saya terasa lebih lega tidak terlalu padat seperti pasar siang ... asal tidak hujan he he he...

Suasana Pasar Malam Ben Thanh

Pedagang makanan di sini sangat agresif . Baru lewat sebentar saja dengan muka sedikit mupeng melihat "jejeran" sea food segar yang dipajang, pasti udah ditarik-tarik. Yah namanya juga orang dagang.

Favorit saya di sini adalah warung "Quan Cua Tay". warung ini terletak di sisi kanan pasar benh thanh (dengan asumsi arah yang menghadap patung Kuda adalah depan). Engkoh yang jual ramah, rasanya selalu konsisten, tidak pernah lupa apa yang kami pesan dan yang paling penting .. dia bisa bahasa inggris.

Ini dia warung langganan kami, Quan Cua Tay

Suasana warung yg penuh dengan orang2 bule


Favorit saya di sini yang pertama adalah "Cua Loi Lan Bot" atau kepiting lemburi. Kepiting lemburi digoreng dengan tepung bumbu kemudian saat masih panas diberi olesan margarin sedikit. Rasa gurih dari tepung bumbu pas banget dengan rasa laut (in the good way) dari kepiting, ditambah samar-samar terasa jejak margarin... pas banget...

Kepiting Lemburi dalam balutan tepung

Kalau mood masak sedang keluar, saya juga sering memasak menu ini. Bedanya adalah saya tambahkan telur asin mentah dalam campuran tepung bumbu. Setelah digoreng, rasa asin dari telur akan memperkaya cita rasa makanan ini, didampingi dengan campuran merica + garam + air jeruk nipis sebagai "cocolan" akan menjadi semakin mempesona.

Menu kedua yang juga favorit adalah "Tom Rang Me", udang digoreng dalam saos asam (tamarind). Udang yang masih segar dimasak dengan campuran asam segar dalam porsi yang murah hati. Awalnya saya cukup meremehkan menu ini, "masa sih enak udang dimasak pakai asam ?". Tapi setelah memakannya, makanan ini selalu meninggalkan efek "ngangeni". Rasa manis khas udang match banget dengan tone manis asam dari buah asam, anehnya rasa dari buah asam tidak "membunuh" rasa manis dan juicy alami dari udang malah menurut saya rasa buah asam semakin menarik keluar rasa manis dan juicy dari udang. Sampai saos asam yang menempel ditangan tidak luput dari sasaran saya. Finger licking good banget ...

Udang dimasak dengan asam jawa yang berlimpah

Menu ketiga yang juga andalan di warung makan ini adalah "So Diep Nuong Mo Hanh". Kerang kipas yang dipanggang, kemudian diberi "finishing touch" dengan tumisan daun bawang dan taburan kacang tanah. Rasa kerang segar yang manis dengan samar-samar rasa "smoky in the good way" , pas sekali dipadukan dengan kacang tanah yang masih "kriuk"... sedap ..

So Diep Nuong Mo Hanh

Dari bagian sayuran, favorit saya adalah "Chia Thia sot cua", sawi dimasak dalam kuah kental dengan daging kepiting dan jamur. Sayuran Vietnam yang segar dengan jejak "kriuk" yang masih cukup terasa berpadu cantik sekali dengan kuah daging kepiting yang manis gurih .. wuih sedap sekali ..

Baby Kailan with crab and mushroom

Minuman favorit saya di sini adalah Sinh To Xoai (jus mangga). Porsi mangga yang dijus murah hati sekali, rasanya mangga banget. Berikutnya adalah kelapa segar, es kelapa muda sederhana yang rasanya juga hampir sama saja di mana saja selalu dapat mencuri hati saya...

Kelapa muda yang klimis

Total kerusakan di tempat ini juga tidak parah, biasanya makan puas berdua dengan istri , kami hanya menghabiskan maksimal 200.000 VND (1 USD = 17.000 VND).

Tertarik ???


This article is also published at Kompas Community, click here to see.
Read more...

Mencari Yesus di Vung Tau

Visiting Date : 4-5 July 2008

Rio De Janeiro a la Vietnam
Jesus statue on the top of hill


Hari ini hari Jumat, masih jam 6 pagi lagi, belum waktunya weekend yah? Tapi kami sudah tiba di pelabuhan hydrofoil di Ho Chi Minh. Kami hendak menuju kota Vung Tau. Vung Tau sebenarnya bisa ditempuh dengan jalan darat, tapi menurut teman2 lokal kami, jalan darat menuju Vung Tau sangat ramai dan resiko kemacetan cukup besar. Jika lancar, waktu yang diperlukan untuk mencapai Vung Tau 2 jam, tak terlalu jauh bedanya dengan naik hydrofoil yang memakan waktu 1,5 jam.

Tiket hydrofoil per orang di jual seharga 140.000 Dong. Orang asing dan orang lokal dikenakan tarif yang sama. Kapal Hydrofoil ini di operasikan oleh 3 perusahaan yaitu Petro, Vina, dan Green Lines. Mereka melayani secara bergantian penyeberangan HCM-Vung Tau pulang pergi setiap 30 menit sekali. Bagian depan kapal hydrofoil ini akan terangkat keatas seperti setengah terbang jika sudah berjalan. Keadaan spt ini kurang menguntungkan untuk perjalanan di atas laut, karena menimbulkan goncangan yang besar di bagian depan. Padahal untuk mencapai Vung Tau, kami melewati sungai dan juga sedikit laut. Jadi kami memilih untuk duduk di belakang untuk menghindari goncangan2 itu.

Pelabuhan di Vung Tau
jauh dari kesan kumuh dan sarang preman

Mencari hotel di Vung Tau tidak lah sulit, mulai dari hotel kelas melati sampa yang berbintang ada disini. Tapi kebanyakan hotel2 murah, pelayannya tidak bisa berbahasa Inggris. Kami memutuskan untuk mencari hotel yang "sedang-sedang" saja plus pelayannya bisa berbahasa Inggris. Tiba lah kami di Hotel Victoria, dengan tarif 650.000 VND per hari. Lumayan mahal untuk level hotel bintang 2. Tapi kami kamar menghadap ke arah pantai. Pantai?? Sudah membayangkan pasir putih pantai ya? Sayang sekali, disini ngga ada pasir putih, yang ada pasir dan air yang berwarna kecoklatan dan ombak yg besar. Di Vung Tau pantainya memang tak bagus, kebanyakan yang bermain air disini hanya orang lokal. Dan Vung Tau merupakan kota industri, jadi air lautnya mau tidak mau pasti tercemar.

Pedestrian di Vung Tu sangat bagus. Sepanjang pantai dibangun pedestrian yang lebar dan nyaman untuk berjalan2. Begitu jalanan untuk kendaraan bermotor, sangat lebar, mirip sebuah jalan tol. Sebuah kota pantai yang tertata rapi.
Tapi sayangnya keindahan itu hanya berada disepanjang pantai, kalau sudah masuk ke kotanya, jalanan tak lagi lebar dan rapi.

Lan Rung Seafood Restaurant

Makan malam kami lewati di sebuah restauran seafood terbesar di Vung Tau, Lan Rung namanya. Tempatnya menarik, terletak di pinggir pantai, dan dibangun bak istana putri di negeri dongeng. Tempat ini jg menyediakan hotel dengan harga tak terlalu mahal, sekitar 500.000 VND. Soal rasa makanannya, so-so saja.. dan sayang pelayanannya juga tak cukup bagus..

Electric car which takes us around Vung Tau City

Keesokan harinya kami berkeliling kota Vung Tau, dengan menyewa sebuah mobil listrik yang bisa dinaiki maksimal 3 orang. Dengan harga 150.000 VND per mobil, kami diajak berputar kota Vung Tau selama kurang lebih 1 jam. Mobil listrik ini tidak bisa lari kencang, bahkan kadang terasa melambat saat ada tanjakan kecil. Wah kami jadi was2, jangan2 macet ato listrik habis dan kami harus mendorong mobil ini.... untungnya tidak, kami berhasil selamat sampai di hotel :p

Sebelum pulang ke HCM, kami menyempatkan diri mampir ke Rio De Janeiro ala Vietnam, yaitu patung Yesus yang berada diatas bukit yang memberkati kota. Dengan membawa ransel berisi laptop dan pakaian, kami menaiki tangga demi tangga menuju patung itu. Kami menyepelekan ketinggian menuju patung Yesus itu... padahal ternyata letaknya sangaaatt tinggi. Kami harus berjalan tertatih-tatih menaiki tangga demi tangga itu..
wuihh.. akhirnya.. sampe juga kami di puncak bukit itu. 1 jam waktu yg kami perlukan untuk menuju patung itu + istirahat setiap kali kami kecapekan..

Shining Jesus

A part of Vung Tau City, seen from above

Melihat pemandangan dari atas memang selalu breath-taking, begitu pula disini. Kami begitu menikmatinya.

Oya disebelah patung Yesus ini, ada sebuah meriam juga loh, saya bingung apa gunanya ya? dan bagaimana cara membawanya kemari ya? Wong yang cuman bawa badan aja rasanya begini...

Turun dari bukit ini sama sekali tidak melelahkan, kami hanya perlu 15 menit utk menuruninya dan yang pasti tanpa istirahat. Tapi ternyata kaki kami gemetaran juga loh untuk menahan berat badan ketika turun tangga.

PS : Ternyata pegel karena efek naik tangga ini berlangsung sampe 4 hari kemudian.. siap2 bawa salonpas ato counterpain ya klo kemari..


Summary Note :

Where to sleep
Victory Hotel
149 Thuy Van Street
Ward 2, Vung Tau City
Telp: +84-64-523060
Email: victoryhotel@hcm.vnn.vn
Price : 600.000 - 750.000 VND

Where to eat
Lan Rung Seafood Restaurant
03 Ha Long
Ward 2, Vung Tau City
Telp: +84-64-526009/522341

Accomodation
Rent electric car for Vung Tau city tour at Bien Dong Ocean Park
8 Thuy Van Street
Vung Tau City
Website : www.khudulichbiendong.com
Price : 150.000 VND per one tour
Read more...

Gili Meno, Middle Island of Gilis

Visiting Date: 10-11 June 2008

Calm wave @Gili Meno


Gili Meno is located in Lombok island, Nusa Tenggara Barat, Indonesia, and in the middle of The Three Gilis i.e. Gili Trawangan, Gili Meno, and Gili Air. The Three Gilis is well known for it beauty from year to year. Gili Meno also has a white sandy beach which makes us can't resist to come again and again.

Gili Meno can be reached using a taxi from Mataram to Bangsal harbor which cost around Rp. 70.000,-. The scenery along the way was very beautiful, we can see Senggigi beach from the hill. But this is not the favorite way to go The Gilis because a lot of people in the Bangsal harbor do some things that make foreigner feel uncomfortable. Such as frightening the tourist to buy mosquito repellent because in The Gilis there are a lot of Malaria mosquito, but in reality, there is no Malaria mosquito. Other things, they wash any tourist feet who had just arrive from The Gilis wihout asking, and then asking for money. Or you must use “cidomo” (vehicle using horse power) to reach the harbor from the parking area, your car can't take you to harbor although your car can do it for sure. It's really annoying even for local people like us.
But if you have brave heart ;), you dare to the the risk to be annoyed by local people, you only have to pay Rp.170.000,- per boat (You rent the whole boat for your own). You save much more money rather than the second way that I'm going to tell you.

Foreigner prefers to reach The Gilis by renting boat from Senggigi beach. Yes, you have to pay more more money rather than the first way. I'm not sure how much is the cost, but it can cost around 1 milion rupiah, because the boat is usually operated by the Resort on Senggigi. Additionally it takes around 30 menit to reach the beach.

There are many hotels in Gili Meno, from friendly price lower than Rp. 100.000,- until the high price which cost 66 euro. We choose to have hotel which cost Rp. 150.000,-. It's good enough, has 2 bed, bathroom with pure water (not salty water taken from the sea) and pretty close to the beach. Some cheap hotels don’t provide pure water. You have to ask the hotel whether they provide pure water or not.

Sunrise on a cloudy morning

At the night Gili Meno is so silent, no much activity here. That's why we call Gili Meno, beach for relaxing, and Gili Trawangan is beach for night party. If you are lucky, by the silent of the night, you can see sea tortoise laid eggs. It has a season, so you have to be lucky lucky enough to see it.

Don't forget to do snorkle here, see the underwater beauty here. The coral life in Gili Meno is still growing. It's not as much as in Gili Trawangan, but it is much much shallow than in Gili Trawangan.

If you care enough for sea tortoise conservation, you can participate by donating some money for the conservation. You can also see many "tukik" (sea tortoise baby) in the conservation.

There is a small bird park in this island. It's far enough from the beach; we couldn't find by yourself, we had to ask some people to reach the bird park. It costs Rp. 40.000,- for the entrance fee.

By the way, the people in Gili Meno are very friendly. They will not force you to buy their stuff or use their service. They usually just offer they service in a good way. They really don't like people in Bangsal harbor.

Cloudy day at Gili Meno


Gili Meno terletak ditengah2 The Gili Sister yang merupakan istilah untuk tiga pulau berdekatan yaitu Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Ketiga Gili ini terletak di pulau Lombok, NTB. Seperti kedua saudaranya yang laen, Gili Meno memiliki pasir putih nan cantik yang menggoda kami untuk datang mengunjunginya.

The boat that takes us from Bangsal to Gili Meno

Kami berangkat pagi hari meninggalkan kota Mataram dengan menggunakan taxi, karena kami hendak menginap disana. Perjalanan menuju pelabuhan Bangsal menempuh waktu sekitar 30 menit melalui jalan yang naik turun dan melewati tebing2 tinggi. Pemandangan yang indah kami temui dari atas bukit, bahkan kami bisa melihat pantai Senggigi dari atas bukit. Saat kami tiba di pelabuhan Bangsal, kami bisa masuk sampai ke depan dermaga karena cuaca sedang hujan rintik, biasanya tak seorang turis pun diijinkan diantar sampai ke dermaga ini, mereka harus oper dengan cidomo, istilah penduduk lokal untuk kereta kuda, untuk sampai pelabuhan. Tarif yang dipasang Rp. 10.000,- untuk mengantarkan turis dari batas tempat parkir mobil sampai ke dermaga, yang berjarak sekitar 500 meter. Para penduduk sekitar rupanya tak mengijinkan mobil pengantar masuk hanya untuk sekedar mengais rejeki. Tapi kami rasa hal seperti ini yang membuat turis malas berkunjung ke pulau Gili. Mereka memilih jalur alternatif dari resort di pantai Senggigi dengan menyewa kapal sewaan yang pastinya jauh lebih mahal demi sebuah kenyamanan.

Untuk mencapai Gili Meno dengan kapal umum, turis hanya dikenakan biaya Rp. 15.000,-. Tapi untuk naik kapal murah meriah ini, kadang harus berkorban waktu untuk menunggu kapal penuh. Jadi kami memilih untuk mencarter kapal dengan harga Rp. 170.000,- sekali jalan. Waktu tempuh menuju Gili Meno sekitar 30 menit.

Kami berencana menginap di pulau ini semalam.Mencari hotel di Gili Meno tak sulit, tinggal disesuaikan dengan kantong saja. Yang berharga dibawah Rp. 100.000,- semalam ada, yang berharga 66 euro semalam pun ada. Yang membedakan antara hotel murah dengan hotel menengah keatas adalah air yang mereka gunakan untuk mandi. Untuk hotel yang menengah keatas air yang disediakan adalah air tawar, sedangkan untuk hotel murah mereka tak menyediakan air tawar. Tapi tak perlu khawatir, karena dengan uang Rp. 150.000,- per malam, kami pun masih bisa menikmati mandi dengan air tawar kok. Tempatnya pun tak jauh dari pantai.

Enjoy the beach by sitting here

Kami menikmati hari di pantai Gili Meno dengan bersnorkling, bermain air dan pasir. Salah satu yang membuat saya tak nyaman bermain air di pesisir pantai adalah rasa gatal yg menyerbu kulit saya yang disebabakan karena ubur2 bening, yang hampir tak tampak oleh mata. Tangan dan kaki saya betol kemerahan dibeberapa tempat. Gatal sekali. Tapi rupanya ubur2 itu hanya berada di bibir pantai saja, agak ketengah sedikit, tak terasa lagi gatal2 karena ubur2.

Gili Meno tak terlalu ramai dibandingkan dengan Gili Trawangan. Pulau Gili Meno juga tak sebesar Gili Trawangan. Kalau di Gili Trawangan ada berbagai macam hiburan malam yang akan meriah di malam hari, sebaliknya dengan Gili Meno, pulau ini akan sepi sekali jika malam menjelang. Penerangan pun tak cukup banyak. Jadi Gili Meno ditujukan bagi yang ingin merasakan ketenangan dan menikmati alam, sedang Gili Trawangan untuk mereka yang menyukai pesta dan dunia malam.

Our hotel

Dunia underwater di Gili Meno, tak sebagus di Gili Trawangan. Di Gili Meno karang2nya baru terbentuk, penjaga pantai melarang para diver atau snorkler menginjak karang yang ada. Mungkin perlu waktu beberapa tahun lagi supaya karang2 itu terbentuk dan keindahan Gili Meno tampak. Tapi letak koral2 di Gili Meno lebih dangkal daripada di Gile Trawangan.


Jika ingin menuju ke spot2 snokling yang bagus, sedikit uang ekstra mesti keluar dari kantong, sekitar Rp. 200.000,- yang termurah yang ditawarkan seorang vendor pada kami sampai dengan Rp. 400.000,- di vendor yang lain.

Di Gili Meno, terdapat pula taman burung yang letaknya cukup tersembunyi dan jauh dari pantai, tapi tiket per orangnya cukup mahal Rp. 40.000,- per orang sedangkan taman burung itu tak terlalu besar, jadi kami membatalkan niat untuk memasukinnya. Juga ada pula konservasi penyu disana, siapapun bisa ikut berpartisipasi dalam konservasi penyu ini dengan menyumbangkan uangnya di kotak yang telah disediakan.

The beauty of sunrise

Beberapa hari sebelum kami datang, ada seekor penyu bertelur di pantai Gili Meno. Dan malam itu pun kami diajak menyaksikan penyu bertelur oleh penjaga pantai. Tapi kami kecapekan dan memang bukan hari keberuntungan kami melihat penyu bertelur, malam itu tak ada penyu bertelur.

Walking path

Oh iya, satu lagi kelemahan di Gili Meno, banyaknya kotoran kuda yang berceceran di jalan setapak di sepanjang pantai membuat kami merasa jijik berjalan tanpa alas kaki. Memang disana terdapat banyak cidomo yang bisa mengantarkan turis untuk mengelilingi pulau, tapi sepertinya kebersihan pulau akan kotoran kuda kurang diperhatikan.

The Three Gilis from the sky
(left to right: Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air)


Pulang menuju pelabuhan Bangsal, kami terpaksa harus naik cidomo lagi untuk menuju tempat parkir taksi. Yah kadang kami merasa sedih dengan hal2 seperti ini. Bukan karena uangnya, tapi karena ketidaknyamanan yang mereka ciptakan untuk mendapatkan uang yang berdampak ke depan bagi pariwisata pulau Lombok sendiri. Kapan ya mereka sadar?


Summary Note :

Where to sleep
Kontiki Meno Bungalow
Phone : (0364) 22320, 32824
Price : Rp. 150.000,- / night

Where to eat
sadly, there are not many good places for eat, we just order from the hotel.

Transport
Taxi from Mataram to Bangsal : Rp 70.000,-
Boat rental : Rp. 170.000,- one way from Bangsal harbor

Accomodation
Rent snorkle, fin, life jacket : from Rp. 10.000,- / day
Read more...

The Beauty of Prambanan Temple

Visiting Date : 16 June 2008

Prambanan Temple, south side view

Have you ever visit Prambanan Temple? Yes, this temple is the largest Hinduism temple in South East Asia and it's one of the World Heritage.

Situated at 17 km of East Jogjakarta, Central Java, Indonesia, Prambanan temple can be reached by using Trans Jogja. A public bus which has many point of stops location with sign board on each station, including Prambanan temple, so you can easily recognized where you are. It's cheap, cost only Rp. 3000,- per trip.

You have to pay entrance fee that costs US$10. The price is different for local and foreigner. If you are local people, you just need to pay Rp 8000,- (around US$1). Also I think you can have a guide if you want it.

Prambanan, one of the World Heritage

When we came at this temple, there was a reconstruction for the temple. Prambanan temple has major damage when the earthquake engulfs Jogjakarta at 5.7 Richter scale on May 26, 2006. But you can't come too close to the temple because there is a fence surrounding the temple. It might be the stone of the temple is not firm enough at its place which could endanger the tourist.

So what are you waiting for, come to Prambanan temple and see the glory of my ancestor.. ;)

Silhouette of Prambanan

Siapa yang sudah pernah ke Candi Prambanan? Ngga semua orang indonesia, bahkan orang yang tinggal di Jawa blum tentu pernah ke Candi Prambanan ya?

Candi Prambanan terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogjakarta atau sekitar 17 km dari pusat kota Jogja. Bangunan ini merupakan peninggalan kerajaan Hindu. Trans Jogja merupakan transportasi yang ideal dan murah bagi para turis untuk mencapai candi Prambanan, hanya perlu Rp. 3000,- sekali jalan. Halte Trans Jogja berada tepat di depan kompleks candi ini.

Rorojongrang temple, the biggest temple in Prambanan complex
with smoky Merapi mountain background


Terakhir saya berpiknik ke candi ini sewaktu saya masih anak2. Selebihnya saya hanya melihatnya dari kejauhan, karena Candi ini terletak tak jauh dari jalan utama Jogja-Solo. Keinginan untuk hunting keindahan Prambanan di pagi hari membawa saya dan suami menuju candi ini. Pagi2 buta pukul 5, kami berangkat dari rumah saya menuju Prambanan. Hanya sekiar 15 menit waktu yang kami butuhkan untuk mencapai Prambanan dari tengah kota. Cepat yah?

Sayangnya kami harus kecewa karena ternyata kompleks candi ini belum buka di pagi buta. Loket tiket baru buka pukul 06.15 pagi. Yah mau bagaimana lagi, kami harus menunggu. Acara memotret matahari terbit pun batal.

Untuk masuk ke komplek candi Prambanan, kami harus membayar Rp. 8000,-, tapi kalau untuk orang asing, harus membayar US$ 10. Wah.. mahal ya.. Itupun disediakan loket tersendiri untuk orang asing.

Reconstruction information board
Front view of Prambanan, with reconstruction process in progress

Komplek candi Prambanan ternyata masih menjalani renovasi disana sini akibat gempa berkekuatan 5,7 skala Richter yang melanda kota Jogjakarta 27 Mei 2006 silam. Tiang2 penyangga rekontruksi masih terpancang disana sini. Sedikit kecewa karena tiang2 itu tentu sana merusak keindahan candi Prambanan, ditambah lagi sekitar candi ini dipagari, kami tak diijinkan mendekat. Memang ini untuk keamanan pengunjung, mungkin batu2 candi itu belum cukup stabil sehingga dapat jatuh sewaktu-waktu. Kami beruntung saat itu langit cerah ditambah lagi pemandangan unik dari gunung Merapi yang mengeluarkan asap.


Relief of Prambanan Temple, a bird with man's head

Silahkan menikmati keindahan Candi Prambanan yang merupakan salah satu World Haritage, melalui hasil jepretan sang photograper ;)
Yang belum pernah kesini, semoga jadi pingin kesini ya..

Note: Soal sejarah, silahkan browse aja yahh...


Summary Note:
Entrance fee : Rp 8000,- for local, US$10 for foreigner
Trans Jogja transportation: Rp. 3000,- per trip
Read more...

White Sandy Beach at Gili Nanggu

Visiting Date: 12 June 2008

Can you resist its charm?

Do you dream about pristine and private beach? Gili Nanggu maybe one of the beach that you dreamed about, sounds unfamiliar ? yes, this island not as famous as its three sisters, Gili Trawangan, Gili Air and Gili meno.. It's located at west of Lombok island, Nusa Tenggara Barat , Indonesia .

We left Mataram using car at 8.00 AM. It’s 47 km journey before we reached small harbor called Tawun in West Sekotong. The road is not well developed , even if you are not lucky you can find a road which being block with rock. But those day we were lucky, traffic were good, weather were great .. just perfect. If you need to rent a car or taxi from Mataram to Tawun it will cost around Rp 300.000 ,-

The journey is not over yet, we have to cross the sea by a small boat for about 15 minutes to reach Gili Nanggu, if the weather is good enough. Close enough, huh? You can even see the island from the harbor. The boat cost Rp. 200.000,- to take you to the beach and bring you back to the harbor. The boat will wait you at Gili Nanggu for all day long until you back to the Tawun harbor. The price would be different if you decide to stay at the resort in Gili Nanggu.

Don't forget to rent snorkle, life jacket, and other stuff if you are willing to swim. It's cheaper to rent on the harbour rather than at the resort, but you have to bargain. It should cost around Rp 10.000,- per stuff. But if you are not comfortable in bargaining, just rent from the resort which has fixed price.

At this island you can do sunbathing on white sandy beach , enjoy feeding the fishes that come to the beach line, but don't forget to buy some bread on a bottle at the harbor to feed them. It costs around Rp. 2.500,- until Rp 3.000,- per bottle.

So enjoy your day at Gili Nanggu.. Hope you have sweet memory..


Welcome board @Gili Nanggu

Pernah bermimpi berada di pantai berpasir putih? Yah.. kali ini saya bersama suami (plus satu keponakan dan mertua :p) menginjakkan kaki di sebuah pulau yang mungkin belum pernah terdengar, Gili Nanggu. Hmm, terdengar asing ya? tak seperti 3 Gili (Gili Trawangan, Gili Meno, Gili Air) yang lain yang sudah begitu akrab di telinga dan terkenal keindahannya.

Kami berangkat dari kota Mataram pukul 8.00 pagi dengan mengendarai mobil. Menempuh perjalanan sekitar 47 km untuk menuju pelabuhan kecil di Tawun, Sekotong Barat, dengan kondisi jalan yang tak begitu bagus, bahkan kalau tidak beruntung bisa menemui tanah longsor yang menutupi akses jalan dan tak ada yang bisa dilakukan selain kembali pulang. Tapi kami beruntung karena saat itu jalanan cukup lancar, hanya menemui sedikit kemacetan akibat pasar dadakan yang tumpah ke jalan. Jika menyewa mobil untuk menuju ke Tawun ini, akan mengharuskan Anda merogoh kocek sebesar Rp. 300.000,-

Tiba di Tawun, kami masih harus menyebrang dengan sebuah kapal motor kecil menuju Gili Nanggu. Disana terdapat sebuah loket untuk penyewaan kapal. Harga untuk menyewa kapal yang menyebrangkan kami ke Gili Nanggu adalah Rp. 200.000,-. Kapal ini akan menunggu kami selama kami berada di Gili Nanggu dan kemudian mengantarkan kami pulang kembali ke pelabuhan. Tak terlalu mahal bukan? Tapi ini hanya berlaku jika kami tidak menginap di resort yang ada di Gili Nanggu. Tentu saja hitungannya akan berbeda jika kami ingin menginap di resort.

Don't wanna get wet?
Just enjoy the blue sea and the wind blowing by sitting here.

Suami saya yang gemar ber-snorkling menyewa sebuah snorkle plus sepatu katak dan sebuah life jaket utk keponakan kecil kami dengan harga Rp. 40.000,-. Menyewa peralatan di pelabuhan Tawun jauh lebih murah drpd harus menyewa di resort Gili Nanggu, per-peralatan disana disewakan skitar Rp. 25.000,-. Kami tak lupa membeli beberapa botol remah2 roti tawar di warung2 untuk memberi makan ikan di Gili Nanggu. Kami mendapatkan 4 botol remah2 roti dengan harga Rp. 10.000,- Kabarnya ikan di Gili Nanggu mau berenang sampai kepinggir pantai, ah masak sih ya?

Jarak antara pelabuhan Tawun dengan Gili Nanggu tak begitu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk menyebrang. Bahkan kami bisa melihat pulau itu dari pelabuhan.

Dari kejauhan tampak hamparan pasir putih yang menawan dengan warna airnya yang biru kehijauan. Tiba di bibir pantai, kami melihat air yang begitu bening menyapu kelembutan pasir putih. Disepanjang pinggir pantai disediakan pula tempat untuk duduk yang tinggi dan beratapkan jerami. Kata orang Sasak itu namanya brugak, bahasa Indonesianya kira2 apa yah?

Another side of Gili Nanggu

Suami saya langsung bersiap untuk snorkling. Saya dan keponakan langsung bermain air untuk menjemput ikan2 yang katanya berani ke pinggir pantai. Dan benar saja, ikan2 itu mau datang ke pinggir pantai yang dalamnya tak sampai selutut untuk mengambil roti yang kami sebarkan di permukaan air. Banyak sekali jumlahnya, bahkan kami sempat melihat ikan dengan ujungnya seperti pedang berenang di pinggir pantai, atau juga segerombolan ikan kecil2 (mungkin ikan teri??) yang ikut menuju pantai. Sungguh menyenangkan bermain dengan ikan2 ini. Tapi jenis ikan yang berani ke pinggir memang kurang bervariatif, rata2 hanya ikan yang berwarna putih, kami tak menemukan ikan yang berwarna cerah di pinggiran pantai. Oya disini tidak diijinkan memancing, mungkin karena itu pula ikan2 berani menuju pantai.

Western tourist whom enjoying sunbathing

Kehidupan bawah airnya menurut suami saya yang ber-snorkling, masih lebih indah di Gili Trawangan dan Gili Meno, walaupun ikan2 disini jauh lebih berani mendekati manusia daripada di kedua pulau itu.

It's me and my cute niece ;)

Sayangnya saat siang mulai terik, angin bertiup kencang dipantai ini, menyebabkan ombak dan arus yang cukup kuat di pantai ini. Entah sedang musim angin besar atau memang setiap saat seperti ini. Penjaga resort menyarankan jangan berenang di laut untuk sementara waktu, karena arusnya dapat membahayakan. Yah, terpaksa kami harus mengakhiri bermain air. Kami membilas diri dengan air bersih di ruang shower yang telah disediakan. Bagus dan bersih ruang shower ini, dan kami tak harus membayar sepeser pun untuk mandi ditempat ini.

Take a part on sea turtle conservation at Gili Nanggu

Waktu menunjukkan pukul 14.00, kami pun pulang ke pelabuhan Tawun untuk kembali ke kota Mataram. Perjalanan pulang menuju pelabuhan Tawun diwarnai ombak dan angin besar, air laut pun menyirami tubuh kami karena kapal kecil yang kami tumpangi tak mempunyai penutup di sisi kapal. Jarak yang tadinya hanya butuh 15 menit, harus kami tempuh dalam waktu 30 menit. Baju kami basah kuyup begitu sampai di pelabuhan.

Saatnya kembali ke kota Mataram.. :)


Summary Note:
Rent a boat whole day (max 10 persons per boat) : Rp. 200.000,-
Rent snorkle, fin, life jacket at harbor : Rp. 10.000,- until Rp. 20.000,-
Rent a car from Mataram to Tawun : about Rp. 300.000,-
Rent a room : Rp. 210.000,- until Rp. 350.000,- (please see website for updated information)
Read more...