Hue, Town of Citadel

5-8 Februari 2008

Kami meninggalkan kota Hoi An pukul 08.30. Jarak antaran Hoi An dan Hue hanya 100km dan kami tempuh dalam waktu 3,5 jam. Selama perjalanan kami hanya berhenti satu kali disebuah warung dipinggir pantai yang hampir tanpa ombak.

Perjalanan kami akhirnya mencapai tujuan. Kami bergegas keluar Dan, brrrrrr.... kembali kami merasakan dinginnya udara di Hue, kali ini sepertinya lebih dingin dari Hoi An. Ditambah dengan angin yang bertiup membuat tubuh ini semakin menggigil. Jaket saya yang hanya berupa selembar kain, tak mampu menahan dinginnya udara Hue. Kami memang berada di waktu yang salah untuk berjalan-jalan di Vietnam tengah dan utara, cuaca Hue tak bagus pada saat bulan January-April.

Kami tak berminat jalan kaki untuk mencari hotel kami karena udara begitu dingin. Kami mencegat sebuah taxi kami dan menuju hotel kami yang ternyata hanya berjarak sekitar 500m :D. Letak hotel kami sangat strategis, yaitu di jalan Pam Ngu Lao. Tepat disebelah hotel kami, terdapat Hotel Asia yang berbintang tiga yang ramai ditinggali turis. Dan juga sederetan tempat makan yang memudahkan kami untuk mencari makan kapan pun kami inginkan.

Our "thin & tall" Hotel @Hue


Setelah checkin dan beristirahat sejenak untuk beradaptasi dengan dinginnya Hue, kami keluar untuk mengisi perut kami yang keroncongan karena belum terisi sejak berangkat dari Hoi An. Pilihan kami jatuh di La Carambole, salah satu restoran yang masuk dalam Lonely Planet edisi tahun 2007. Segelas hot chocolate menghangatkan siang yang dingin di Hue. Menu Prawn with citronella yang mak nyuss dan seporsi capcay yang so-so memberikan kami tenaga untuk melanjutkan perjalanan kami.

The dragon @La Carambole


Segelas hot chocolate @La Carambole, penghangat siang yang dingin


Prawn with Citronella Sauce


Kami berjalan menuju ke Parfume River. Kabut tebal dan jarak pandang yang sangat pendek mewarnai pemandangan sekitar Parfume River. Parfume River in sangat lebar, sekitar 400m. Dan airnya bening sekali, tampak kehijau-hijauan dari atas jembatan Truong Tien yang melintas diatasnya. Parfume River ini dalam bahasa Vietnamnya adalah Sông Hương. Kebanyakan orang lokal kurang mengetahui istilah Parfume River ataupun nama2 tempat yang di-inggirs-kan, mungkin hal ini sama dengan Monas di Jakarta yang di bahasa inggris-kan menjadi National Monument.

@Parfume River and Truong Tien Bridge


Tak tahan dengan dinginnya udara di Hue, saya terpaksa mencari sebuah jaket yang cukup tebal disekitar pasar Dong Ba. Pasar Dong Ba terletak tak jauh dari jembatan Truong Tien. Bagi kami, pasar Dong Ba merupakan pasar tradisional biasa yang menjual berbagai macam kebutuhan, mulai makanan, pakaian, sampai perhiasan emas.

Dong Ba Market


Kehangatan saya dapatkan setelah memakai jaket baru saya. Sebagai pelengkap, sarung tangan dan selendang pun saya gunakan untuk menutupi bagian2 yang tidak tertutup jaket. Hari itu, suhu berkisar 10 derajat celcius.


Citadel
Melanjutkan perjalanan kami, kami menuju ke arah citadel. Citadel di Hue dikelilingi oleh tembok yang sangat tebal. Mungkin bisa disamakan dengan benteng yang mengelilingi keraton Jogjakarta. Dibagian depan citadel yang menghadap Perfume river, terdapat sebuah Flag Tower yang berdiri kokoh mengibarkan bendera Vietnam.


The Gate


Me @Flag Tower

Empat dari sembilan Holy Canon sebagai lambang pelindung kerajaan
4 di kanan Flag Tower melambangkan 4 musim
5 dikiri Flag Tower melambangkan 5 element logam, kayu, bumi, air, tanah, api


Front view of Ngon Mon Gate


Untuk dapat mengakses istana raja (saya gunakan istilah "keraton" sajalah ya..) dalam citadel ini, kami harus membayar 55.000 VND, sedangkan orang lokal hanya diharuskan membayar 20.000VND. Jam kunjungan ke dalam keraton ini pada pukul 07.00 sampai 17.00. Citadel ini mempunyai beberapa pintu masuk, salah satunya adalah gerbang Ngon Mon, tempat dimana kami membeli tiket masuk, dan terletak persis didepan Flag Tower.

Inside the imperium

Mata kami memandang tidak jemu tempat tinggal istana raja ini, begitu mewah dan megah, penuh ukiran yang rumit pada setiap interior dan eksteriornya Pengaruh budaya China yang kental, warna merah menjadi warna dominan dari keraton ini. Hiasan-hiasannya berwarna emas yang melambangkan kekayaan.

Banyak sekali aturan dalam keraton ini. Pintu keluar masuk orangpun diatur, dan pria dan wanita mempunyai pintu keluar yang berbeda yang saling bersebrangan. Jika melanggar, hukumannya tak tanggung tanggung, dihukum mati. Warna atap pun diatur, atap yang berwarna kuning hanya boleh dipakai oleh keluarga kerajaan, rakyat jelata tidak boleh menggunakan warna kuning pada atap rumah mereka. Masih nyaman hidup dijaman moderen seperti ini ya?

Citadel ini berada pada area yang sangat luas, tapi hanya sekitar 10% yang tersisa dan utuh. 90% bangunan hancur pada saat perang America pada sekitar tahun 1975. Citadel ini tidak lagi digunakan sejak tahun 1968, sebagai pengakuan atas pemerintahan Vietnam yang baru dibawah Ho CHi Minh.

Rasanya tak abis jika kami hanya bercerita ttg sejarah citadel ini, dan yang pasti membosankan. Lebih baik, kami pamerkan saja beberapa hasil cepretan sang fotografer di citadel ini.

Ngon Mon Gate @night, shining like a gold

Me & my dearest one

A hall where the ash of the emperor is placed.
You must take off your shoes to enter it.


The slipped dragon??



The Emperor Library

Mirror mirror on the wall, give us our reflection


Hari kedua di Hue, tampaknya merupakan hari yang paling buruk selama kami di Hue. Hujan gerimis sepanjang hari menyebabkan kami tak bisa dan tak ingin kemana-mana. Kami sempat memberanikan diri menerjang gerimis itu dan memutuskan untuk menuju ke sebuah danau buatan yang di terletak di belakang keraton, yaitu danau Tinh Tam yang katanya (menurut buku Lonely Planet) merupakan tempat dimana raja biasanya bersantai. Rupanya kami harus menelan ludah dan berkata "Walah, koyo ngene to, tiwase mlaku adoh2" (terjemahan : "Walah, kayak gini to, padahal sudah jalan jauh2"). Danau itu tampak seperti kubangan air dengan gundukan tanah ditengahnya yang memiliki bangunan tua yang tak lagi indah.

Pelipur lara kami hari itu adalah Banh Khoai. Makanan khas Hue ini mengobati rasa kecewa kami di hari yang tak bersahabat itu. Banh Khoai adalah sejenis pancake yang berisi udang dan daging, kemudian disajikan dengan saus kacang dan salad yang berupa daun2an, pisang muda (jawa: pisang kluthuk), dan buah yang tidak kami kenali. Pemilik warung ini adalah Mr. Lac Thanh, seorang yang tuli tapi penuh semangat membantu kami mengajari cara makan Banh Khoai dengan bahasa isyaratnya. Warung ini pernah masuk ke dalam buku Lonely Planet tahun 1993, begitu menurut tulisan yang kami baca di warung Mr. Lac ini.
Mungkin karena kesuksesan warung Mr. Lac ini, membuat warung Mr.Lac ditiru oleh kiri kanannya dengan nama2 yang hampir mirip, misalnya Lac Thien. Jadi jika ingin merasakan keaslian Banh Khoai, teliti sebelum membeli, pastikan anda telah memilih Mr. Lac yang asli.

Mr. Lac, the deaf owner

A set menu of Banh Khoai with salad, and peanut sauce


Mr. Lac teach us how to eat Banh Khoai
and I just look at him with mouth watering :p


Firework on Tet New Year
Malam harinya, kami keluar untuk mengikuti perayaan pergantian tahun, Tet New Year yang dipusatkan di depan Flag Tower. Hujan gerimis masih turun, tapi tak selebat siang tadi. Suasana sekitar Flag Tower sangat ramai, penuh dengan orang2 yang rata2 anak muda. Tak ketinggalan pula para pedagang ikut mengais rejeki disitu. Kepadatan orang2 disini dan hujan gerimis membuat kami tak betah berlama-lama disitu, kami memutuskan untuk melihat pertunjukan kembang api ditepi Parfume River.

Firework on Tet @Hue with colorful Truong Tien Bridge background

Pukul 12 tepat, kembang api meluncur ke langit, mewarnai langit malam yang berkabut karena gerimis. Beberapa kembang api sepertinya "masuk angin", terdengar letusan, tapi tanpa terlihat bunga-bunga apinya. Kira-kira 15 menit pertunjukan kembang api ini berlangsung. Dan usai sudah pesta tahun baru di Hue, kamipun kembali ke hotel untuk beristirahat.


City Tour
Hari ketiga kami di Hue, tepat saat Tet, hampir semua toko dan tempat makan tutup. Rasanya seperti saat lebaran di Jakarta, sepi, pasar2 tutup, dan susah mencari makanan.

Kami memutuskan mengikuti city tour yang kami booking sehari sebelumnya dari hotel. Kami harus membayar US$10/orang untuk mengikuti city tour. Tour ini akan membawa kami ke tempat pembuatan dupa, makan raja-raja Hue dan citadel. Waks citadel lagi? Sayang sekali kami tidak bisa memilih lokasi mana yang ingin kami kunjungi, jadi terpaksa kami mengunjungi citadel lagi, tapi kali ini free alias gratis. Jadi tak apalah..

Yang membuat kami sedikit lega, saat Tet di Hue adalah semua tiket masuk ke tempat wisata digratiskan. Pada hari biasa, tiap makam raja2 yang akan kami kunjungi, seharusnya membayar 35.000VND. Lumayan kan?

Bus city tour berangkat 08.30. Tujuan pertama adalah tempat pembuatan dupa dan canonical hat. Coba tebak, apa itu canonical hat? Bahasa Jawanya sih caping (bahasa Indonesianya apa ya?) yang biasa dipakai pak tani itu loh.. Weleh, kami merasa dibodohi.. Yang begini sih di Indonesia banyak.. Tapi kenapa di Indonesia tidak dijadikan tempat wisata ya? Tanyakan pada rumput yang bergoyang..
Tak banyak waktu yang diberikan oleh tour guide kami ditempat ini, hanya 20 menit.

5 years old child making incense

Colorful incense


Lantern

The making of canonical hat alias "caping"


Tu Duc Tomb

Bus melaju ke arah makam Tuc Duc. Makam ini merupakan makan raja ke 4 dari kerajaan Hue. Karena usia makan ini yang sudah tua dan banyaknya unsur kayu sebagai bahan bangunan, makam ini tampak sudah rapuh dan tidak terawat. Waktu yang diberikan pada kami sekitar 50 menit ditempat ini. Kami boleh mengikuti sang tour guide yang bercerita tentang sejarah makam ini atau pergi sendiri, tapi kami mesti kembali ke dalam bus tepat waktu. Kami memilih untuk mencari berjalan sendiri sambil tetap mengikuti kemana sang guide pergi.

Tak banyak sudut menarik dari kompleks kuburan ini. Kami perlihatkan saja foto2 yang berhasil kami tangkap.

Di-item putih-in biar keliatan serem :p



Minh Mang Tomb
Minh Mang merupakan raja ke 2 dari kerajaan Hue. Makam ini paling kecil dari makam yang lain dan perlu berjalan sekitar 300 meter pada jalan tanah untuk dapat mencapai komplek makam ini. Inilah gambar2 di komplek makam ini.

Minh Mang Tomb


Khai Dinh Tomb
Makam ini makan yang paling megah dari makam dari ketiga makam yang kami kunjungi. Khai Dinh merupakan raja ke 12, sehingga makam ini masih bagus dibanding yang lain. Selain itu bahan bangunan yang dominan batu membuat makam ini lbh tahan cuaca.

The main place of the tomb where the ash of king is saved


Seperti di negeri awan

The tomb of Khai Dinh
Padahal ada tulisan ga boleh ambil gambar,
tp dasar turis indonesia bandel :p


Barisan tentara pengawal kuburan raja

Sedikit merenung dan ngobrol dengan suami, saya mengajukan pertanyaan pada diri sendiri dan suami, apa ya kami mau mengunjungi makan klo seandainya makam itu ada di Indonesia. Hehehe, jawabannya sudah jelas. Dan bagi kami, kunjungan ke makam-makan tersebut hanyalah untuk sekali seumur hidup. Just show the world that we have ever been there ;)

Perut kami sudah kelaparan, karena waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Dan untunglah acara selanjutnya adalah makan siang. Leganya...


Thien Mu Pagoda
Tour hari ini berakhir di Thien Mu Pagoda. Saat tidak Tet, seharusnya kami naik kapal untuk menuju ketempat ini. Tapi karena kami berkunjung ke Hue pada saat Tet, kapal2 tersebut tidak beroperasi.

Thien Mu Pagoda from the gate


Thien Mu, taken from inside the pagoda


Me (again :p)


Foggy Parfume River from Thien Mu

Pagoda ini terletak di pinggir Parfume River. Menurut legenda, ditempat pagoda ini berdiri, dulu ada penampakan seorang wanita yang berkata pada penduduk disekitar tempat itu, bahwa suatu hari nanti akan ada yang membangun sebuah pagoda ditempat ia berdiri. Secara tak sengaja raja yang berkuasa mendengar legenda tersebut, dan kemudian dialah yang membangun pagoda ini.

Dan mengapa disebut sebagai Perfume River? Menurut legenda, di hulu sungai ini terdapat sebuah taman penuh bunga yang memberikan keharuman pada sungai ini.

Hue Cathedral
8 Februari merupakan hari terakhir kami di Hue. Kami manfaatkannya untuk berwisata ke dua gereja yang cukup terkenal di Hue, yaitu Hue's Cathedral dan Phu Cham Church. Kami memanfaatkan taxi untuk mengantar kami kesana.

Hue's Cathedral tampak begitu megah dan unik. Bangunannya sangat khas dengan sudut-sudut yang tajam dan satu atap yang berbentuk kerucut sepeti topi nenek sihir. Ah sudahlah, kami susah menggambarkannya dengan kata2. Gambar bercerita lebih banyak dari kata.

Front View Hue's Cathedral

The beauty of Hue's Cathedral


Phu Cham Church
Kami melanjutkan perjalanan ke Phu Cham Church. Gereja ini tak terdapat di buku Lonely Planet, kami mendapatkannya secara tak sengaja dari internet.

Bangunan ini juga unik. Bahan bangunan yang dipakai membuat gereja ini tampak klasik. Sayang kami tak bisa masuk ke dalamnya.

Phu Cham Church


Menuju Phu Bai Airport
Liburan panjang kami berakhir disini. Pukul 16.00 kami berangkat menuju Phu Bai Airport dengan menggunakan mobil yang kami pesan dari hotel dengan membayar US$10. Jarak antara pusat kota dan Phu Bai airport adalah sekitar 14km. Phu Bai Airport sangat kecil, lebih kecil dari bandara Adi Sucipto di Yogja, tapi bandara ini menjadi bandara internasional. Great..

Phu Bai International Airport @Hue

Kami check-in pukul 17.00 di counter Pacific Airlines. Kami cukup beruntung mendapatkan tiket yang cukup murah. 550.000 VND/orang untuk tujuan Hue-HCM. Penjagaan tak ketat disini, saat masuk airport dan counter check-in, bagasi tidak di cek sama sekali. Pengecekan hanya dilakukan saat akan masuk ruang tunggu. Rasanya nyaman dan aman sekali, tanpa terlalu banyak pengecekan yang merepotkan.

Pukul 18.30, pesawat kami meninggalkan Hue, terlambat 30 menit dari jadwal. Perjalanan ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam 10 menit. Welcome back to the hot HCM ;)


Summary Note :

Where to sleep:

Sport Hotel**
Add : 15 Pham Ngu Lao, Hue
Phone : (84-054) 828096
Price : US$22/night
Laundry : US$1.5/kg
Status : Highly recommended (because of the location is strategic)
Website: www.huestays.com

Where to eat:
La Carambole
Add : 19 Pham Ngu Lao, Hue
Phone : (84-054) 810 491
Status : Recommended

Ushi Bar & Restaurant
Add : 42 Pham Ngu Lao, Hue
Phone : (84-054) 821143
Email : ushivietnam@yahoo.com.vn

Mr. Lac Thanh
Add : 6A Dinh Tien Hoang, Hue
Price : 10.000 VND for Banh Khoai

What to see:
Sort by the most recommended :
- The Citadel (entrance fee : 55.000VND)
- Khai Dinh Tomb (entrance fee : 35.000VND)
- Colorful Truong Tien Bridge at night
- Thien Mu Pagoda (free)
- Tu Duc Tomb (entrance fee : 35.000VND)
- Minh Mang Tomb (entrance fee : 35.000VND)
Read more...

Danang @Danang City

5 Februari 2008

Berbekal sebuah peta kota Danang, kami nekat mengendarai motor yang kami sewa dari hotel untuk menuju kesana. Kota Danang terletak 28 km dari kota Hoi An.

Jalan menuju kota Danang berupa jalan lurus disepanjang pantai Laut China selatan yang memiliki banyak resort2 yang bagus. Ada beberapa diantaranya masih dalam tahap pembangunan. Kuil2 kecil juga banyak kami temui disepanjang jalan menuju Danang. Dingin menusuk tulang, membuat saya sedikit menggigil saat kami mengendarai motor. Jangankan naik motor, dalam keadaan diam saja sudah cukup dingin. Dalam perjalanan ini, kami juga melihat sebuah pagoda yang terletak diatas bukit. Bukit tersebut adalah Marble Mountain yang merupakan tambang batu pualam.

Ling Ong Pagoda @ Marble Mountain


Kami memerlukan waktu 30 menit untuk mencapai kota Danang. Memasuki kota Danang, lalu lintas cukup ramai. Suami saya tak terbiasa berjalan di lajur kanan, kadang kala perlu berpikir ketika akan menyebrang jalan ataupun berbelok di perempatan. Dalam perjalanan menuju ke pusat kota Danang, kami melihat sebuah monumen di sisi kanan jalan. Mata kamipun jadi tertuju pada monumen ini. Tak disangka tiba2 ada sebuah motor yang semula berjalan tengah dan berada di kiri kami, mendadak membelokkan motornya ke kanan, dan bukk.. tabrakan kecil terjadi, lawan motor kami itupun ngomel2 dalam bahasa Vietnam. Kami tak mengerti apa yg dia katakan, jadi kami tak bisa emosi juga :D Tabrakan itu menyebabkan beberapa luka memar di kaki suami saya akibat tertabrak knalpot. Senut-senut rasanya, tapi perjalanan (terpaksa) tetap kami lanjutkan.

Monument @Danang
Gara-gara mau motret ini, jadi tabrakan deh..


Kami menyusuri jalan Bach Dang yang berada ditepian sungai Hán (Sông Hán). Sapanjang Bach Dang tersebut dibangun pedestrian yang luas dan disediakan pula tempat duduk dan beberapa taman menghiasai pinggiran sungai itu. Pedestrian itu sangat bersih dan rapi. Danang merupakan salah satu kota yang terbersih dan teraman di Vietnam, bahkan termasuk 10 besar kota terbersih di Asia. "Bangga aku dengan kotaku", kata suami saya :p.

Song Han Bridge, icon of Danang City

Clean & safe pedestrian at Bach Dang Street


Aflutter flag @Hán River

Kami memutuskan untuk duduk sejenak disitu dan menentukan kemana tujuan kami selanjutnya. Baru saja kami duduk,tiba2 seorang wanita motornya dan menghampiri kami. "Hello, where are you from?".
"Indonesia", jawab kami setengah ogah2an, karena kami yakin bahwa dia hanya ingin menawarkan dagangannya yang berupa perhiasan mutiara.
"You look like Vietnamese".
"Yes", jawab kami sekenanya.
Kemudian dia sibuk mengutak-atik tasnya dan mengeluarkan selembar uang Rp. 50.000,- dan berkata pada kami,
"I have this. Can you change the money with Vietnam dong because I can't change it in money changer. I need money for Tet."

Aku ambil dengan ragu-ragu, takut2 itu palsu. Kuberikan pada suamiku. Dia mengeceknya, dan memang asli. Suamiku mau membelinya, dia mau membelinya seharga 90.000VND. Dan ibu itu menyetujuinya. Jadilah kami barter mata uang.
Kemudian wanita itu mengeluarkan mata uang lain, dia bertanya dari mana uang tersebut. Kami tak yakin tapi sepertinya dari daerah Rusia karena kami tak bisa membaca tulisannya.

Setelah itu, dia menawarkan perhiasan mutiaranya, tapi kami tak tertarik. Dia berkata terima kasih dan kemudian segera pergi menghampiri laki-laki yang menunggunya diatas motor dan meninggalkan kami.

Pengalaman yang cukup aneh menurut kami. Bagaimana dia bisa mendapatkan berbagai mata uang asing, bahkan salah satunya Indonesia? Is she a pick pocket? Ah, whatever she is, kami harap uang yang dia dapatkan benar2 berguna.

Kami hampir tak punya tujuan di kota Danang selain mencari segala sesuatu yang bertuliskan Danang, seperti nama suami saya. Suami saya ingin sekali berfoto didepan tulisan itu :p. Tapi ternyata susah juga mendapatkan tulisan yang cukup besar untuk berfoto didepannya.

Kami mengalihkan tujuan menuju Danang Cathedral. Katedral ini bergaya eropa dan mempunyai warna pink yang cerah. Mata kami secara tak sengaja melihat bendera merah putih yang berada digerbang katedral ini, apa maksudnya ya? Penasaran akan maksud dari bendera merah putih itu, kami bertanya pada seorang pastur yang kebetulan ada di dalam gereja. Sang pastur berkata bendera merah putih itu lambang darah Tuhan Yesus yang suci tertumpah bagi manusia. Oo begitu, kami kira ada hubungannya dengan bendera Indonesia.. :p

Danang Cathedral


Side View of Danang Cathedral


Bendera Merah Putih perlambang pengorbanan Yesus
di depan Danang Cathedral


Perjalanan kami lanjutkan ke arah stasiun kereta api Danang. Karena di depan stasiun itu terdapat tulisan "Danang" yang besar, dan bisa ditebak apa yang suami saya lakukan :p. Hal yang sama juga suami saya lakukan didepan sebuah universitas yang bernama University of Danang. Bergaya didepan papan nama universitas tersebut tanpa malu-malu.

Danang @Danang Railway Station


Danang @Danang Hospital


Danang @Danang University


Turis-turis yang heran lihat sawah dan kerbau (panah merah)
Di perjalanan dari Danang ke Hoi An


Sudah puas berkeliling kota Danang, kami kembali pulang ke hotel kami di Hoi An. "Bye bye my city", ujar suami saya menyampaikan salam perpisahan.

~written in regards to my husband~
Read more...