Hue, Town of Citadel
Sunday, February 24, 2008
5-8 Februari 2008
Kami meninggalkan kota Hoi An pukul 08.30. Jarak antaran Hoi An dan Hue hanya 100km dan kami tempuh dalam waktu 3,5 jam. Selama perjalanan kami hanya berhenti satu kali disebuah warung dipinggir pantai yang hampir tanpa ombak.
Perjalanan kami akhirnya mencapai tujuan. Kami bergegas keluar Dan, brrrrrr.... kembali kami merasakan dinginnya udara di Hue, kali ini sepertinya lebih dingin dari Hoi An. Ditambah dengan angin yang bertiup membuat tubuh ini semakin menggigil. Jaket saya yang hanya berupa selembar kain, tak mampu menahan dinginnya udara Hue. Kami memang berada di waktu yang salah untuk berjalan-jalan di Vietnam tengah dan utara, cuaca Hue tak bagus pada saat bulan January-April.
Kami tak berminat jalan kaki untuk mencari hotel kami karena udara begitu dingin. Kami mencegat sebuah taxi kami dan menuju hotel kami yang ternyata hanya berjarak sekitar 500m :D. Letak hotel kami sangat strategis, yaitu di jalan Pam Ngu Lao. Tepat disebelah hotel kami, terdapat Hotel Asia yang berbintang tiga yang ramai ditinggali turis. Dan juga sederetan tempat makan yang memudahkan kami untuk mencari makan kapan pun kami inginkan.
Setelah checkin dan beristirahat sejenak untuk beradaptasi dengan dinginnya Hue, kami keluar untuk mengisi perut kami yang keroncongan karena belum terisi sejak berangkat dari Hoi An. Pilihan kami jatuh di La Carambole, salah satu restoran yang masuk dalam Lonely Planet edisi tahun 2007. Segelas hot chocolate menghangatkan siang yang dingin di Hue. Menu Prawn with citronella yang mak nyuss dan seporsi capcay yang so-so memberikan kami tenaga untuk melanjutkan perjalanan kami.
Kami berjalan menuju ke Parfume River. Kabut tebal dan jarak pandang yang sangat pendek mewarnai pemandangan sekitar Parfume River. Parfume River in sangat lebar, sekitar 400m. Dan airnya bening sekali, tampak kehijau-hijauan dari atas jembatan Truong Tien yang melintas diatasnya. Parfume River ini dalam bahasa Vietnamnya adalah Sông Hương. Kebanyakan orang lokal kurang mengetahui istilah Parfume River ataupun nama2 tempat yang di-inggirs-kan, mungkin hal ini sama dengan Monas di Jakarta yang di bahasa inggris-kan menjadi National Monument.
Tak tahan dengan dinginnya udara di Hue, saya terpaksa mencari sebuah jaket yang cukup tebal disekitar pasar Dong Ba. Pasar Dong Ba terletak tak jauh dari jembatan Truong Tien. Bagi kami, pasar Dong Ba merupakan pasar tradisional biasa yang menjual berbagai macam kebutuhan, mulai makanan, pakaian, sampai perhiasan emas.
Kehangatan saya dapatkan setelah memakai jaket baru saya. Sebagai pelengkap, sarung tangan dan selendang pun saya gunakan untuk menutupi bagian2 yang tidak tertutup jaket. Hari itu, suhu berkisar 10 derajat celcius.
Citadel
Melanjutkan perjalanan kami, kami menuju ke arah citadel. Citadel di Hue dikelilingi oleh tembok yang sangat tebal. Mungkin bisa disamakan dengan benteng yang mengelilingi keraton Jogjakarta. Dibagian depan citadel yang menghadap Perfume river, terdapat sebuah Flag Tower yang berdiri kokoh mengibarkan bendera Vietnam.
Untuk dapat mengakses istana raja (saya gunakan istilah "keraton" sajalah ya..) dalam citadel ini, kami harus membayar 55.000 VND, sedangkan orang lokal hanya diharuskan membayar 20.000VND. Jam kunjungan ke dalam keraton ini pada pukul 07.00 sampai 17.00. Citadel ini mempunyai beberapa pintu masuk, salah satunya adalah gerbang Ngon Mon, tempat dimana kami membeli tiket masuk, dan terletak persis didepan Flag Tower.
Mata kami memandang tidak jemu tempat tinggal istana raja ini, begitu mewah dan megah, penuh ukiran yang rumit pada setiap interior dan eksteriornya Pengaruh budaya China yang kental, warna merah menjadi warna dominan dari keraton ini. Hiasan-hiasannya berwarna emas yang melambangkan kekayaan.
Banyak sekali aturan dalam keraton ini. Pintu keluar masuk orangpun diatur, dan pria dan wanita mempunyai pintu keluar yang berbeda yang saling bersebrangan. Jika melanggar, hukumannya tak tanggung tanggung, dihukum mati. Warna atap pun diatur, atap yang berwarna kuning hanya boleh dipakai oleh keluarga kerajaan, rakyat jelata tidak boleh menggunakan warna kuning pada atap rumah mereka. Masih nyaman hidup dijaman moderen seperti ini ya?
Citadel ini berada pada area yang sangat luas, tapi hanya sekitar 10% yang tersisa dan utuh. 90% bangunan hancur pada saat perang America pada sekitar tahun 1975. Citadel ini tidak lagi digunakan sejak tahun 1968, sebagai pengakuan atas pemerintahan Vietnam yang baru dibawah Ho CHi Minh.
Rasanya tak abis jika kami hanya bercerita ttg sejarah citadel ini, dan yang pasti membosankan. Lebih baik, kami pamerkan saja beberapa hasil cepretan sang fotografer di citadel ini.
Hari kedua di Hue, tampaknya merupakan hari yang paling buruk selama kami di Hue. Hujan gerimis sepanjang hari menyebabkan kami tak bisa dan tak ingin kemana-mana. Kami sempat memberanikan diri menerjang gerimis itu dan memutuskan untuk menuju ke sebuah danau buatan yang di terletak di belakang keraton, yaitu danau Tinh Tam yang katanya (menurut buku Lonely Planet) merupakan tempat dimana raja biasanya bersantai. Rupanya kami harus menelan ludah dan berkata "Walah, koyo ngene to, tiwase mlaku adoh2" (terjemahan : "Walah, kayak gini to, padahal sudah jalan jauh2"). Danau itu tampak seperti kubangan air dengan gundukan tanah ditengahnya yang memiliki bangunan tua yang tak lagi indah.
Pelipur lara kami hari itu adalah Banh Khoai. Makanan khas Hue ini mengobati rasa kecewa kami di hari yang tak bersahabat itu. Banh Khoai adalah sejenis pancake yang berisi udang dan daging, kemudian disajikan dengan saus kacang dan salad yang berupa daun2an, pisang muda (jawa: pisang kluthuk), dan buah yang tidak kami kenali. Pemilik warung ini adalah Mr. Lac Thanh, seorang yang tuli tapi penuh semangat membantu kami mengajari cara makan Banh Khoai dengan bahasa isyaratnya. Warung ini pernah masuk ke dalam buku Lonely Planet tahun 1993, begitu menurut tulisan yang kami baca di warung Mr. Lac ini.
Mungkin karena kesuksesan warung Mr. Lac ini, membuat warung Mr.Lac ditiru oleh kiri kanannya dengan nama2 yang hampir mirip, misalnya Lac Thien. Jadi jika ingin merasakan keaslian Banh Khoai, teliti sebelum membeli, pastikan anda telah memilih Mr. Lac yang asli.
Firework on Tet New Year
Malam harinya, kami keluar untuk mengikuti perayaan pergantian tahun, Tet New Year yang dipusatkan di depan Flag Tower. Hujan gerimis masih turun, tapi tak selebat siang tadi. Suasana sekitar Flag Tower sangat ramai, penuh dengan orang2 yang rata2 anak muda. Tak ketinggalan pula para pedagang ikut mengais rejeki disitu. Kepadatan orang2 disini dan hujan gerimis membuat kami tak betah berlama-lama disitu, kami memutuskan untuk melihat pertunjukan kembang api ditepi Parfume River.
Pukul 12 tepat, kembang api meluncur ke langit, mewarnai langit malam yang berkabut karena gerimis. Beberapa kembang api sepertinya "masuk angin", terdengar letusan, tapi tanpa terlihat bunga-bunga apinya. Kira-kira 15 menit pertunjukan kembang api ini berlangsung. Dan usai sudah pesta tahun baru di Hue, kamipun kembali ke hotel untuk beristirahat.
City Tour
Hari ketiga kami di Hue, tepat saat Tet, hampir semua toko dan tempat makan tutup. Rasanya seperti saat lebaran di Jakarta, sepi, pasar2 tutup, dan susah mencari makanan.
Kami memutuskan mengikuti city tour yang kami booking sehari sebelumnya dari hotel. Kami harus membayar US$10/orang untuk mengikuti city tour. Tour ini akan membawa kami ke tempat pembuatan dupa, makan raja-raja Hue dan citadel. Waks citadel lagi? Sayang sekali kami tidak bisa memilih lokasi mana yang ingin kami kunjungi, jadi terpaksa kami mengunjungi citadel lagi, tapi kali ini free alias gratis. Jadi tak apalah..
Yang membuat kami sedikit lega, saat Tet di Hue adalah semua tiket masuk ke tempat wisata digratiskan. Pada hari biasa, tiap makam raja2 yang akan kami kunjungi, seharusnya membayar 35.000VND. Lumayan kan?
Bus city tour berangkat 08.30. Tujuan pertama adalah tempat pembuatan dupa dan canonical hat. Coba tebak, apa itu canonical hat? Bahasa Jawanya sih caping (bahasa Indonesianya apa ya?) yang biasa dipakai pak tani itu loh.. Weleh, kami merasa dibodohi.. Yang begini sih di Indonesia banyak.. Tapi kenapa di Indonesia tidak dijadikan tempat wisata ya? Tanyakan pada rumput yang bergoyang..
Tak banyak waktu yang diberikan oleh tour guide kami ditempat ini, hanya 20 menit.
Tu Duc Tomb
Bus melaju ke arah makam Tuc Duc. Makam ini merupakan makan raja ke 4 dari kerajaan Hue. Karena usia makan ini yang sudah tua dan banyaknya unsur kayu sebagai bahan bangunan, makam ini tampak sudah rapuh dan tidak terawat. Waktu yang diberikan pada kami sekitar 50 menit ditempat ini. Kami boleh mengikuti sang tour guide yang bercerita tentang sejarah makam ini atau pergi sendiri, tapi kami mesti kembali ke dalam bus tepat waktu. Kami memilih untuk mencari berjalan sendiri sambil tetap mengikuti kemana sang guide pergi.
Tak banyak sudut menarik dari kompleks kuburan ini. Kami perlihatkan saja foto2 yang berhasil kami tangkap.
Minh Mang Tomb
Minh Mang merupakan raja ke 2 dari kerajaan Hue. Makam ini paling kecil dari makam yang lain dan perlu berjalan sekitar 300 meter pada jalan tanah untuk dapat mencapai komplek makam ini. Inilah gambar2 di komplek makam ini.
Khai Dinh Tomb
Makam ini makan yang paling megah dari makam dari ketiga makam yang kami kunjungi. Khai Dinh merupakan raja ke 12, sehingga makam ini masih bagus dibanding yang lain. Selain itu bahan bangunan yang dominan batu membuat makam ini lbh tahan cuaca.
Sedikit merenung dan ngobrol dengan suami, saya mengajukan pertanyaan pada diri sendiri dan suami, apa ya kami mau mengunjungi makan klo seandainya makam itu ada di Indonesia. Hehehe, jawabannya sudah jelas. Dan bagi kami, kunjungan ke makam-makan tersebut hanyalah untuk sekali seumur hidup. Just show the world that we have ever been there ;)
Perut kami sudah kelaparan, karena waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Dan untunglah acara selanjutnya adalah makan siang. Leganya...
Thien Mu Pagoda
Tour hari ini berakhir di Thien Mu Pagoda. Saat tidak Tet, seharusnya kami naik kapal untuk menuju ketempat ini. Tapi karena kami berkunjung ke Hue pada saat Tet, kapal2 tersebut tidak beroperasi.
Pagoda ini terletak di pinggir Parfume River. Menurut legenda, ditempat pagoda ini berdiri, dulu ada penampakan seorang wanita yang berkata pada penduduk disekitar tempat itu, bahwa suatu hari nanti akan ada yang membangun sebuah pagoda ditempat ia berdiri. Secara tak sengaja raja yang berkuasa mendengar legenda tersebut, dan kemudian dialah yang membangun pagoda ini.
Dan mengapa disebut sebagai Perfume River? Menurut legenda, di hulu sungai ini terdapat sebuah taman penuh bunga yang memberikan keharuman pada sungai ini.
Hue Cathedral
8 Februari merupakan hari terakhir kami di Hue. Kami manfaatkannya untuk berwisata ke dua gereja yang cukup terkenal di Hue, yaitu Hue's Cathedral dan Phu Cham Church. Kami memanfaatkan taxi untuk mengantar kami kesana.
Hue's Cathedral tampak begitu megah dan unik. Bangunannya sangat khas dengan sudut-sudut yang tajam dan satu atap yang berbentuk kerucut sepeti topi nenek sihir. Ah sudahlah, kami susah menggambarkannya dengan kata2. Gambar bercerita lebih banyak dari kata.
Phu Cham Church
Kami melanjutkan perjalanan ke Phu Cham Church. Gereja ini tak terdapat di buku Lonely Planet, kami mendapatkannya secara tak sengaja dari internet.
Bangunan ini juga unik. Bahan bangunan yang dipakai membuat gereja ini tampak klasik. Sayang kami tak bisa masuk ke dalamnya.
Menuju Phu Bai Airport
Liburan panjang kami berakhir disini. Pukul 16.00 kami berangkat menuju Phu Bai Airport dengan menggunakan mobil yang kami pesan dari hotel dengan membayar US$10. Jarak antara pusat kota dan Phu Bai airport adalah sekitar 14km. Phu Bai Airport sangat kecil, lebih kecil dari bandara Adi Sucipto di Yogja, tapi bandara ini menjadi bandara internasional. Great..
Kami check-in pukul 17.00 di counter Pacific Airlines. Kami cukup beruntung mendapatkan tiket yang cukup murah. 550.000 VND/orang untuk tujuan Hue-HCM. Penjagaan tak ketat disini, saat masuk airport dan counter check-in, bagasi tidak di cek sama sekali. Pengecekan hanya dilakukan saat akan masuk ruang tunggu. Rasanya nyaman dan aman sekali, tanpa terlalu banyak pengecekan yang merepotkan.
Pukul 18.30, pesawat kami meninggalkan Hue, terlambat 30 menit dari jadwal. Perjalanan ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam 10 menit. Welcome back to the hot HCM ;)
Summary Note :
Where to sleep:
Sport Hotel**
Add : 15 Pham Ngu Lao, Hue
Phone : (84-054) 828096
Price : US$22/night
Laundry : US$1.5/kg
Status : Highly recommended (because of the location is strategic)
Website: www.huestays.com
Where to eat:
La Carambole
Add : 19 Pham Ngu Lao, Hue
Phone : (84-054) 810 491
Status : Recommended
Ushi Bar & Restaurant
Add : 42 Pham Ngu Lao, Hue
Phone : (84-054) 821143
Email : ushivietnam@yahoo.com.vn
Mr. Lac Thanh
Add : 6A Dinh Tien Hoang, Hue
Price : 10.000 VND for Banh Khoai
What to see:
Sort by the most recommended :
- The Citadel (entrance fee : 55.000VND)
- Khai Dinh Tomb (entrance fee : 35.000VND)
- Colorful Truong Tien Bridge at night
- Thien Mu Pagoda (free)
- Tu Duc Tomb (entrance fee : 35.000VND)
- Minh Mang Tomb (entrance fee : 35.000VND)
Read more...
Kami meninggalkan kota Hoi An pukul 08.30. Jarak antaran Hoi An dan Hue hanya 100km dan kami tempuh dalam waktu 3,5 jam. Selama perjalanan kami hanya berhenti satu kali disebuah warung dipinggir pantai yang hampir tanpa ombak.
Perjalanan kami akhirnya mencapai tujuan. Kami bergegas keluar Dan, brrrrrr.... kembali kami merasakan dinginnya udara di Hue, kali ini sepertinya lebih dingin dari Hoi An. Ditambah dengan angin yang bertiup membuat tubuh ini semakin menggigil. Jaket saya yang hanya berupa selembar kain, tak mampu menahan dinginnya udara Hue. Kami memang berada di waktu yang salah untuk berjalan-jalan di Vietnam tengah dan utara, cuaca Hue tak bagus pada saat bulan January-April.
Kami tak berminat jalan kaki untuk mencari hotel kami karena udara begitu dingin. Kami mencegat sebuah taxi kami dan menuju hotel kami yang ternyata hanya berjarak sekitar 500m :D. Letak hotel kami sangat strategis, yaitu di jalan Pam Ngu Lao. Tepat disebelah hotel kami, terdapat Hotel Asia yang berbintang tiga yang ramai ditinggali turis. Dan juga sederetan tempat makan yang memudahkan kami untuk mencari makan kapan pun kami inginkan.
Setelah checkin dan beristirahat sejenak untuk beradaptasi dengan dinginnya Hue, kami keluar untuk mengisi perut kami yang keroncongan karena belum terisi sejak berangkat dari Hoi An. Pilihan kami jatuh di La Carambole, salah satu restoran yang masuk dalam Lonely Planet edisi tahun 2007. Segelas hot chocolate menghangatkan siang yang dingin di Hue. Menu Prawn with citronella yang mak nyuss dan seporsi capcay yang so-so memberikan kami tenaga untuk melanjutkan perjalanan kami.
Kami berjalan menuju ke Parfume River. Kabut tebal dan jarak pandang yang sangat pendek mewarnai pemandangan sekitar Parfume River. Parfume River in sangat lebar, sekitar 400m. Dan airnya bening sekali, tampak kehijau-hijauan dari atas jembatan Truong Tien yang melintas diatasnya. Parfume River ini dalam bahasa Vietnamnya adalah Sông Hương. Kebanyakan orang lokal kurang mengetahui istilah Parfume River ataupun nama2 tempat yang di-inggirs-kan, mungkin hal ini sama dengan Monas di Jakarta yang di bahasa inggris-kan menjadi National Monument.
Tak tahan dengan dinginnya udara di Hue, saya terpaksa mencari sebuah jaket yang cukup tebal disekitar pasar Dong Ba. Pasar Dong Ba terletak tak jauh dari jembatan Truong Tien. Bagi kami, pasar Dong Ba merupakan pasar tradisional biasa yang menjual berbagai macam kebutuhan, mulai makanan, pakaian, sampai perhiasan emas.
Kehangatan saya dapatkan setelah memakai jaket baru saya. Sebagai pelengkap, sarung tangan dan selendang pun saya gunakan untuk menutupi bagian2 yang tidak tertutup jaket. Hari itu, suhu berkisar 10 derajat celcius.
Citadel
Melanjutkan perjalanan kami, kami menuju ke arah citadel. Citadel di Hue dikelilingi oleh tembok yang sangat tebal. Mungkin bisa disamakan dengan benteng yang mengelilingi keraton Jogjakarta. Dibagian depan citadel yang menghadap Perfume river, terdapat sebuah Flag Tower yang berdiri kokoh mengibarkan bendera Vietnam.
Empat dari sembilan Holy Canon sebagai lambang pelindung kerajaan
4 di kanan Flag Tower melambangkan 4 musim
5 dikiri Flag Tower melambangkan 5 element logam, kayu, bumi, air, tanah, api
Front view of Ngon Mon Gate
4 di kanan Flag Tower melambangkan 4 musim
5 dikiri Flag Tower melambangkan 5 element logam, kayu, bumi, air, tanah, api
Front view of Ngon Mon Gate
Untuk dapat mengakses istana raja (saya gunakan istilah "keraton" sajalah ya..) dalam citadel ini, kami harus membayar 55.000 VND, sedangkan orang lokal hanya diharuskan membayar 20.000VND. Jam kunjungan ke dalam keraton ini pada pukul 07.00 sampai 17.00. Citadel ini mempunyai beberapa pintu masuk, salah satunya adalah gerbang Ngon Mon, tempat dimana kami membeli tiket masuk, dan terletak persis didepan Flag Tower.
Mata kami memandang tidak jemu tempat tinggal istana raja ini, begitu mewah dan megah, penuh ukiran yang rumit pada setiap interior dan eksteriornya Pengaruh budaya China yang kental, warna merah menjadi warna dominan dari keraton ini. Hiasan-hiasannya berwarna emas yang melambangkan kekayaan.
Banyak sekali aturan dalam keraton ini. Pintu keluar masuk orangpun diatur, dan pria dan wanita mempunyai pintu keluar yang berbeda yang saling bersebrangan. Jika melanggar, hukumannya tak tanggung tanggung, dihukum mati. Warna atap pun diatur, atap yang berwarna kuning hanya boleh dipakai oleh keluarga kerajaan, rakyat jelata tidak boleh menggunakan warna kuning pada atap rumah mereka. Masih nyaman hidup dijaman moderen seperti ini ya?
Citadel ini berada pada area yang sangat luas, tapi hanya sekitar 10% yang tersisa dan utuh. 90% bangunan hancur pada saat perang America pada sekitar tahun 1975. Citadel ini tidak lagi digunakan sejak tahun 1968, sebagai pengakuan atas pemerintahan Vietnam yang baru dibawah Ho CHi Minh.
Rasanya tak abis jika kami hanya bercerita ttg sejarah citadel ini, dan yang pasti membosankan. Lebih baik, kami pamerkan saja beberapa hasil cepretan sang fotografer di citadel ini.
Me & my dearest one
A hall where the ash of the emperor is placed.
You must take off your shoes to enter it.
A hall where the ash of the emperor is placed.
You must take off your shoes to enter it.
Hari kedua di Hue, tampaknya merupakan hari yang paling buruk selama kami di Hue. Hujan gerimis sepanjang hari menyebabkan kami tak bisa dan tak ingin kemana-mana. Kami sempat memberanikan diri menerjang gerimis itu dan memutuskan untuk menuju ke sebuah danau buatan yang di terletak di belakang keraton, yaitu danau Tinh Tam yang katanya (menurut buku Lonely Planet) merupakan tempat dimana raja biasanya bersantai. Rupanya kami harus menelan ludah dan berkata "Walah, koyo ngene to, tiwase mlaku adoh2" (terjemahan : "Walah, kayak gini to, padahal sudah jalan jauh2"). Danau itu tampak seperti kubangan air dengan gundukan tanah ditengahnya yang memiliki bangunan tua yang tak lagi indah.
Pelipur lara kami hari itu adalah Banh Khoai. Makanan khas Hue ini mengobati rasa kecewa kami di hari yang tak bersahabat itu. Banh Khoai adalah sejenis pancake yang berisi udang dan daging, kemudian disajikan dengan saus kacang dan salad yang berupa daun2an, pisang muda (jawa: pisang kluthuk), dan buah yang tidak kami kenali. Pemilik warung ini adalah Mr. Lac Thanh, seorang yang tuli tapi penuh semangat membantu kami mengajari cara makan Banh Khoai dengan bahasa isyaratnya. Warung ini pernah masuk ke dalam buku Lonely Planet tahun 1993, begitu menurut tulisan yang kami baca di warung Mr. Lac ini.
Mungkin karena kesuksesan warung Mr. Lac ini, membuat warung Mr.Lac ditiru oleh kiri kanannya dengan nama2 yang hampir mirip, misalnya Lac Thien. Jadi jika ingin merasakan keaslian Banh Khoai, teliti sebelum membeli, pastikan anda telah memilih Mr. Lac yang asli.
Firework on Tet New Year
Malam harinya, kami keluar untuk mengikuti perayaan pergantian tahun, Tet New Year yang dipusatkan di depan Flag Tower. Hujan gerimis masih turun, tapi tak selebat siang tadi. Suasana sekitar Flag Tower sangat ramai, penuh dengan orang2 yang rata2 anak muda. Tak ketinggalan pula para pedagang ikut mengais rejeki disitu. Kepadatan orang2 disini dan hujan gerimis membuat kami tak betah berlama-lama disitu, kami memutuskan untuk melihat pertunjukan kembang api ditepi Parfume River.
Pukul 12 tepat, kembang api meluncur ke langit, mewarnai langit malam yang berkabut karena gerimis. Beberapa kembang api sepertinya "masuk angin", terdengar letusan, tapi tanpa terlihat bunga-bunga apinya. Kira-kira 15 menit pertunjukan kembang api ini berlangsung. Dan usai sudah pesta tahun baru di Hue, kamipun kembali ke hotel untuk beristirahat.
City Tour
Hari ketiga kami di Hue, tepat saat Tet, hampir semua toko dan tempat makan tutup. Rasanya seperti saat lebaran di Jakarta, sepi, pasar2 tutup, dan susah mencari makanan.
Kami memutuskan mengikuti city tour yang kami booking sehari sebelumnya dari hotel. Kami harus membayar US$10/orang untuk mengikuti city tour. Tour ini akan membawa kami ke tempat pembuatan dupa, makan raja-raja Hue dan citadel. Waks citadel lagi? Sayang sekali kami tidak bisa memilih lokasi mana yang ingin kami kunjungi, jadi terpaksa kami mengunjungi citadel lagi, tapi kali ini free alias gratis. Jadi tak apalah..
Yang membuat kami sedikit lega, saat Tet di Hue adalah semua tiket masuk ke tempat wisata digratiskan. Pada hari biasa, tiap makam raja2 yang akan kami kunjungi, seharusnya membayar 35.000VND. Lumayan kan?
Bus city tour berangkat 08.30. Tujuan pertama adalah tempat pembuatan dupa dan canonical hat. Coba tebak, apa itu canonical hat? Bahasa Jawanya sih caping (bahasa Indonesianya apa ya?) yang biasa dipakai pak tani itu loh.. Weleh, kami merasa dibodohi.. Yang begini sih di Indonesia banyak.. Tapi kenapa di Indonesia tidak dijadikan tempat wisata ya? Tanyakan pada rumput yang bergoyang..
Tak banyak waktu yang diberikan oleh tour guide kami ditempat ini, hanya 20 menit.
Tu Duc Tomb
Bus melaju ke arah makam Tuc Duc. Makam ini merupakan makan raja ke 4 dari kerajaan Hue. Karena usia makan ini yang sudah tua dan banyaknya unsur kayu sebagai bahan bangunan, makam ini tampak sudah rapuh dan tidak terawat. Waktu yang diberikan pada kami sekitar 50 menit ditempat ini. Kami boleh mengikuti sang tour guide yang bercerita tentang sejarah makam ini atau pergi sendiri, tapi kami mesti kembali ke dalam bus tepat waktu. Kami memilih untuk mencari berjalan sendiri sambil tetap mengikuti kemana sang guide pergi.
Tak banyak sudut menarik dari kompleks kuburan ini. Kami perlihatkan saja foto2 yang berhasil kami tangkap.
Minh Mang Tomb
Minh Mang merupakan raja ke 2 dari kerajaan Hue. Makam ini paling kecil dari makam yang lain dan perlu berjalan sekitar 300 meter pada jalan tanah untuk dapat mencapai komplek makam ini. Inilah gambar2 di komplek makam ini.
Khai Dinh Tomb
Makam ini makan yang paling megah dari makam dari ketiga makam yang kami kunjungi. Khai Dinh merupakan raja ke 12, sehingga makam ini masih bagus dibanding yang lain. Selain itu bahan bangunan yang dominan batu membuat makam ini lbh tahan cuaca.
Sedikit merenung dan ngobrol dengan suami, saya mengajukan pertanyaan pada diri sendiri dan suami, apa ya kami mau mengunjungi makan klo seandainya makam itu ada di Indonesia. Hehehe, jawabannya sudah jelas. Dan bagi kami, kunjungan ke makam-makan tersebut hanyalah untuk sekali seumur hidup. Just show the world that we have ever been there ;)
Perut kami sudah kelaparan, karena waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Dan untunglah acara selanjutnya adalah makan siang. Leganya...
Thien Mu Pagoda
Tour hari ini berakhir di Thien Mu Pagoda. Saat tidak Tet, seharusnya kami naik kapal untuk menuju ketempat ini. Tapi karena kami berkunjung ke Hue pada saat Tet, kapal2 tersebut tidak beroperasi.
Pagoda ini terletak di pinggir Parfume River. Menurut legenda, ditempat pagoda ini berdiri, dulu ada penampakan seorang wanita yang berkata pada penduduk disekitar tempat itu, bahwa suatu hari nanti akan ada yang membangun sebuah pagoda ditempat ia berdiri. Secara tak sengaja raja yang berkuasa mendengar legenda tersebut, dan kemudian dialah yang membangun pagoda ini.
Dan mengapa disebut sebagai Perfume River? Menurut legenda, di hulu sungai ini terdapat sebuah taman penuh bunga yang memberikan keharuman pada sungai ini.
Hue Cathedral
8 Februari merupakan hari terakhir kami di Hue. Kami manfaatkannya untuk berwisata ke dua gereja yang cukup terkenal di Hue, yaitu Hue's Cathedral dan Phu Cham Church. Kami memanfaatkan taxi untuk mengantar kami kesana.
Hue's Cathedral tampak begitu megah dan unik. Bangunannya sangat khas dengan sudut-sudut yang tajam dan satu atap yang berbentuk kerucut sepeti topi nenek sihir. Ah sudahlah, kami susah menggambarkannya dengan kata2. Gambar bercerita lebih banyak dari kata.
Phu Cham Church
Kami melanjutkan perjalanan ke Phu Cham Church. Gereja ini tak terdapat di buku Lonely Planet, kami mendapatkannya secara tak sengaja dari internet.
Bangunan ini juga unik. Bahan bangunan yang dipakai membuat gereja ini tampak klasik. Sayang kami tak bisa masuk ke dalamnya.
Menuju Phu Bai Airport
Liburan panjang kami berakhir disini. Pukul 16.00 kami berangkat menuju Phu Bai Airport dengan menggunakan mobil yang kami pesan dari hotel dengan membayar US$10. Jarak antara pusat kota dan Phu Bai airport adalah sekitar 14km. Phu Bai Airport sangat kecil, lebih kecil dari bandara Adi Sucipto di Yogja, tapi bandara ini menjadi bandara internasional. Great..
Kami check-in pukul 17.00 di counter Pacific Airlines. Kami cukup beruntung mendapatkan tiket yang cukup murah. 550.000 VND/orang untuk tujuan Hue-HCM. Penjagaan tak ketat disini, saat masuk airport dan counter check-in, bagasi tidak di cek sama sekali. Pengecekan hanya dilakukan saat akan masuk ruang tunggu. Rasanya nyaman dan aman sekali, tanpa terlalu banyak pengecekan yang merepotkan.
Pukul 18.30, pesawat kami meninggalkan Hue, terlambat 30 menit dari jadwal. Perjalanan ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam 10 menit. Welcome back to the hot HCM ;)
Summary Note :
Where to sleep:
Sport Hotel**
Add : 15 Pham Ngu Lao, Hue
Phone : (84-054) 828096
Price : US$22/night
Laundry : US$1.5/kg
Status : Highly recommended (because of the location is strategic)
Website: www.huestays.com
Where to eat:
La Carambole
Add : 19 Pham Ngu Lao, Hue
Phone : (84-054) 810 491
Status : Recommended
Ushi Bar & Restaurant
Add : 42 Pham Ngu Lao, Hue
Phone : (84-054) 821143
Email : ushivietnam@yahoo.com.vn
Mr. Lac Thanh
Add : 6A Dinh Tien Hoang, Hue
Price : 10.000 VND for Banh Khoai
What to see:
Sort by the most recommended :
- The Citadel (entrance fee : 55.000VND)
- Khai Dinh Tomb (entrance fee : 35.000VND)
- Colorful Truong Tien Bridge at night
- Thien Mu Pagoda (free)
- Tu Duc Tomb (entrance fee : 35.000VND)
- Minh Mang Tomb (entrance fee : 35.000VND)
Read more...